Tampilkan postingan dengan label Pengujian Hipotesis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengujian Hipotesis. Tampilkan semua postingan

Mengapa Hipotesis Saya Ditolak?

Ada banyak sekali komentar atau pertanyaan yang masuk kepada kami yang isinya menanyakan mengapa hipotesisnya ditolak.  Mereka mengaku bahwa sulit untuk mencari reasoning terhadap penolakan hipotesis tersebut. Sebagian besar pertanyaan yang senada dengan itu tidak kami muat karena terus terang, kami juga tidak tahu jawabannya.

Gambar Ilustrasi Mengapa Hipotesis Saya Ditolak?
Gambar Ilustrasi Mengapa Hipotesis Saya Ditolak?
Jika kami tanyakan, apakah semua prosedur sudah dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik, tentunya dijawab sudah. Tetapi apakah benar-benar sudah terpenuhi? Tentunya kami tidak punya waktu untuk menelaah satu persatu prosedur yang ada. Penanya tentunya juga sudah buru-buru mengejar date line untuk penulisan naskahnya.

Secara umum, jawaban kami untuk pertanyaan itu adalah 'apakah sudah yakin bahwa semua prosedur dilaksanakan dengan baik'. Bukannya tidak percaya, tetapi kami sendiri sangat tidak yakin dengan Skripsi atau tesis yang telah kami susun sendiri, apalagi dengan milik orang lain (joke). Apakah hasil penelitian harus menerima hipotesis? Tentu saja tidak. Meskipun sebenarnya agak berat, tetapi kami sampaikan secara sederhana bahwa penelitian adalah mencari kebenaran, bukan mencari sekedar korelasi atau pengaruh antara beberapa variabel. Lalu mengapa para pembimbing sering mempermasalahkan hasil penelitian yang ditolak? Tentu saja karena mereka juga tidak yakin dengan prosedur yang telah dijalankan si peneliti. 

Pertama, cobalah telaah kembali pemilihan judul atau topik penelitian. Biasanya yang bersangkutan menghindar dari ini, karena kalalu ketahuan ada kesalahan, maka harus merubah total. Tetapi jika memang permasalahannya ada di topik atau judul, mau apa lagi. Misalnya pengaruh variabel A terhadap B yang sudah didukung oleh ratusan teori atau jurnal penelitian. Lalu diambil dengan mengubah populasi saja atau periode penelitian. Lha...di sini saja sebenarnya sudah bisa terjadi bibit yang membuat hasil penelitian bisa tidak sesuai dengan teori yang ada.

Sebagai ilustrasi, kategori perusahaan yang berbeda juga bisa menentukan perilaku investor terhadap dana yang diinvestasikan. Periode penelitian juga bisa memberikan hasil yang berbeda. Periode masa krisis tentunya akan memberikan justifikasi investor yang berbeda dibandingkan ketika masa pertumbuhan. Ini kadang-kadang tidak dikaji secara mendalam oleh peneliti. Penentuan sampel juga sering menimbulkan bias. Metode random sampling kadang di mengerti secara salah sehingga memberikan sampel yang kurang tepat. 

Referensi atau rujukan yang digunakan juga harus kredibel. Jangan hanya menggunakan punya teman saya, atau dari kakak kelas yang terkenal pandai. Sebaiknya gunakan jurnal yang sudah diterbitkan oleh penerbit yang juga kredibel. Ini akan mengurangi adanya kesalahan dalam hasil penelitian Anda.

Untuk metode analisis, juga harus dilakukan sesuai prosedur yang ada. Kebanyakan sering menghilangkan satu atau dua syarat agar lebih cepat atau lebih mudah. Misalnya dalam menentukan indikator untuk membuat kuesioner hanya sekedar mengambil dari rujukan lain yang mungkin berbeda karakteristik respondennya. Kuesioner tentang motivasi kerja yang diberikan kepada seorang direktur, tentunya berbeda dengan yang diberikan kepada misalnya, operator. Juga tingkat pendidikan akan mempengaruhi repons responden terhadap kuesioner yang diberikan.

Coba simak ilustrasi berikut ini. Seorang peneliti meneliti, apakah masyarakat suka mengisi kuesioner atau tidak. Maka peneliti menyebar kuesioner kepada banyak orang lagi mengumpulkan hasilnya. Maka hasil yang diperoleh dapat dipastikan bahwa masyarakat sangat menyukai kuesioner. Mengapa? Karena yang tidak suka pasti tidak akan mau repot-repot mengisi kuesioner tersebut. 

Uraian di atas hanya sekedar contoh saja. Anda sendirilah yang semestinya tahu di mana permasalahan yang ada. Jika memang yakin bahwa semua prosedur dilakukan dengan benar, maka pertahankan hasil penolakan hipotesis tersebut. Cari hasil penelitian yang juga mendukung hasil Anda. Pernah ada yang menanyakan hal ini lalu kami tanyakan apakah semua prosedur sudah benar, dijawah sudah. Lalu kami sampaikan kalau begitu silahkan diajukan saja disertai rujukan yang sesuai. Dijawab tidak ada hasil penelitian yang sesuai dengan hasil penelitiannya. Kalau memang tidak ada sama sekali, tentunya hal yang luar biasa. Dari mana topik tersebut diambil sampai tidak ada rujukannya.

Ada kasus lain yang mengatakan bahwa sudah sesuai prosedur semua, tetapi pembimbingnya tidak yakin dengan hal itu. Maka kami sampaikan juga, kalau pembimbing yang mengikuti proses saja tidak yakin, apalagi kami yang sama sekali tidak tahu menahu proses penelitian tersebut.

Poin pentingnya adalah, selalu gunakan rujukan dalam menentukan topik yang ada. Ikuti prosedur yang ada. Jangan melanggar prosedur, lalu mencari-cari alasan bahwa yang dilakukan adalah tepat. O ya, ini semua untuk Strata 1 ya, kalau yang Strata lain, silahkan mencari rujukan yang lain.

Share:

Seputar Transformasi atau Modifikasi Data pada Analisis Regresi Linear dengan SPSS

Transformasi data diperlukan ketika melakukan analisis data, dan satu atau beberapa asumsi yang tidak terpenuhi. Misalnya, pada suatu analisis regresi linear berganda, ketika model tidak memenuhi asumsi normalitas, maka kita dapat melakukan transformasi data. Bisa juga kita melakukan trimming data atau mengeluarkan data yang outliers. Modifikasi ini biasanya cukup ampuh, sehingga model regresi linear menjadi bebas dari gangguan atau memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan.

Transformasi Data Statistik
Transformasi Data Statistik

Ada pertanyaan yang sering masuk ke bagian komentar, bahkan sangat sering, yaitu kurang lebih seperti ini:

Model awalnya tidak memenuhi asumsi klasik, setelah kami transformasikan maka menjadi bebas dari gangguan. Nah, model yang dipergunakan yang mana ya? yang sebelum transformasi atau yang sudah transformasi?

Catatan: Transformasi kadang bisa juga merupakan trimming data. 

Nah, dalam hal ini sebenarnya sudah jelas jawabannya, bisa ada beberapa ilustrasi di bawah:

  1. Anda punya rumah, rusak, lalu Anda perbaiki. Setelah selesai memperbaiki, Anda memilih tinggal di mana? rumah yang rusak atau rumah yang tidak rusak?
  2. Anda mengumpulkan naskah skripsi ke dosen Anda, lalu ada revisi. Setelah Anda selesai merevisi sesuai keinginan dosen, lalu Anda bertanya kepada Dosen Anda, Pak/Bu, ini naskah sudah saya revisi, Bapak/Ibu mau pilih yang mana untuk digunakan? naskah yang baru atau naskah yang lama yang belum diperbaiki?

Atau pertanyaan serupa. Jadi sebenarnya cukup jelas. Biasanya pertanyaan yang muncul sejenis seperti di atas tidak kami tampilkan lagi.

Setelah kami telusuri, ternyata ada dorongan untuk mempertanyakan pertanyaan tersebut di atas. Biasanya terjadi karena ketika model tidak memenuhi asumsi, hipotesis diterima, tetapi ketika model memenuhi asumsi, malah model dianggap 'jelek' dalam arti hipotesis banyak yang ditolak.

Penting kami tegaskan di blog ini, bahwa tidak ada keterkaitan langsung antara model yang telah memenuhi asumsi klasik lalu menjadi diterima hipotesisnya. Asumsi diperlukan agar model memenuhi syarat untuk diinterpretasikan. Model yang tidak memenuhi syarat berarti tidak dapat diinterpretasikan, apapun hasilnya itu. Lebih lanjut, ada juga yang bertanya, data saya sudah valid dan reliabel, tetapi kok hipotesis ditolak semua. Ini jawabannya juga sama, tidak ada keterkaitan langsung antara validitas dan relibilitas dengan penerimaan atau penolakan hipotesis.

Dalam komentar, ada juga pertanyaan, mengapa hipotesis saya ditolak ya? padahal semua asumsi telah dipenuhi. Ini agak sulit menjawab. Seperti pertanyaan pada blog masak, kok masakan saya tidak enak ya? Agak sulit menjawab. Tetapi berdasarkan pengalaman kami, jika semua prosedur dipenuhi dengan baik dan benar, maka hasil penelitian akan mudah diinterpretasikan.

Kadang memang ada model yang sudah dari awal, yaitu ketika melakukan pengambilan sampel. Jika ini terjadi maka sampai ke belakang akan terus bermasalah. Ada juga yang metodenya tidak sesuai dan banyak hal yang lain, dan tentu saja, kami tidak bisa menelaah satu persatu.

Jadi mohon maaf kalau kami tidak menjawab pertanyaan atau menampilkan pertanyaan yang sebenarnya sudah Anda ketahui jawabannya.

Salam Statistik.

Share:

Uji F dan Uji t pada Analisis Regresi Linear Berganda

Uji t dan uji F adalah uji yang diperlukan dalam analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda adalah salah satu metode statistik yang sangat populer di kalangan peneliti, atau pun mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir studi. Secara umum, regresi linear digunakan untuk mencari pengaruh antara satu variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat (regresi linear sederhana) atau mencari pengaruh antara beberapa variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat (regresi linear berganda).

Contoh Output T Hitung pada regresi linear dengan SPSS Versi 25
Contoh Output T Hitung

Lebih lanjut, uji F digunakan untuk melihat apakah model secara keseluruhan layak atau tidak. Juga sering disebut Goodness of Fit. Justifikasinya sederhana, yaitu jika F hitung > F tabel atau Signifikansi < 0,05 (5%) maka dinyatakan bahwa model tersebut dinyatakan layak dan pengujian bisa terus dilanjutkan. Sedangkan jika F hitung < F tabel atau Signifikansi > 0,05 (5%) maka model dinyatakan tidak fit, dan harus dilakukan modifikasi terlebih dahulu, misalnya dengan transformasi data, menambah atau mengurangi data, atau bisa juga dengan mengeluarkan variabel bebas atau bahkan menambahkan variabel bebas.

Uji t adalah untuk menguji apakah satu variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat atau tidak. Justifikasinya sebenarnya sama dengan uji F, yaitu jika t hitung > t tabel atau signifikansinya < 0,05 (5%0 maka dinyatakan berpengaruh signifikan, atau sebaliknya jika t hitung < t tabel atau signifikansinya > 0,05 (5%) maka dinyatakan tidak berpengaruh. Dalam hal ini, nilai t bisa positif atau bisa juga negatif dan itu menunjukkan arah pengaruh, jadi untuk perbandingan dengan t tabel, bisa digunakan nilai mutlaknya saja.

Jadi sebenarnya kita harus melakukan F hitung dulu, karena F hitung akan menentukan apakah model tersebut layak atau tidak. Jika Uji F sudah OK, maka baru bisa dilakukan uji t (tentunya setelah model dinyatakan lolos semua uji asumsi klasik yang diperlukan). Untuk uji t juga telah dibahas cukup mendalam di artikel di link ini.


Pertanyaan yang sering muncul

1. Uji F saya tidak masuk, apakah boleh dilanjutkan ke uji yang lain?

Seperti yang telah diuraikan di atas, jika uji F tidak memenuhi syarat, sebaiknya tidak dilanjutkan ke pengujian yang lain. Cobalah lakukan modifikasi dulu. Uji F tidak masuk berarti tidak fit, goodness of fit nya tidak terpenuhi. 


2. Uji F saya masuk, tetapi semua uji t tidak ada yang masuk. Kenapa ini bisa terjadi?

Banyak penyebabnya, dan peneliti sendiri lah yang harus mencari penyebabnya, bukan orang lain. Bisa terjadi karena spefisikasi model yang salah, atau bisa juga karena pengambilan sampel yang kurang tepat, belum memenuhi asumsi klasik atau karena penyebab yang lain. Dalam banyak kasus, peneliti di awal tidak merujuk kepada penelitian secara tepat, jadi asal copas saja atau model lain lalu diganti satu atau dua variabel, atau bahkan model sama tetapi beda periode atau beda sampel (kelompok industri). Dalam hal ini memang kemungkinan-kemungkinan hasil yang kurang sesuai dengan rujukan sangat besar terjadi.

Pernah ada simulasi kasus seperti ini. Ada model yang hasil analisis regresi sangat berbeda dengan teori. Padahal model itu diadopsi dari sebuah jurnal yang sangat terpercaya. Bedanya hanyalah dengan mengganti sampel penelitian, dari perusahaan property diganti menjadi perusahaan consumer good. Nah, di sinilah letak persoalannya. Karakteristik perusahaan property, tentu sangat berbeda dengan perusahaan consumer good. Sehingga pertimbangan investor juga sangat berbeda (perusahaan yang listing di IDX). Bahkan para stake holders pun berbeda melihat sebuah rasio keuangan antara kedua kategori tersebut. Jadi wajarlah jika hasil analisis berbeda dengan jurnal yang dirujuk.


3. Apakah uji F juga bisa dipergunakan untuk menguji hipotesis penelitian?

Sebenarnya ada yang disebut dengan hipotesis statistik, ada juga yang disebut hipotesis penelitian. Nanti akan kami jelaskan dengan lebih rinci perbedaan keduanya. Jadi uji F yang dipergunakan untuk melihat kelayakan model adalah hipotesis statistik. Untuk hipotesis penelitian, harus ada rujukan teoretis yang kuat. Jadi pertanyaannya akan berbalik menjadi ada atau tidak rujukan teorinya. Kalau uji t, pengaruh antara satu variabel terhadap variabel yang lain biasanya akan sangat banyak rujukan teorinya. Di jurnal rujukan biasanya akan ada uraian tentang keterkaitan antara dua variabel yang akan diteliti. Tetapi keterkaitan antara dua atau lebih variabel terhadap satu variabel bebas, mungkin kita harus lebih teliti untuk mencermatinya.

Share:

Arti Pengaruh Positif dan Signifikan pada Uji T dalam Uji Regresi Linear

Dalam analisis regresi linear baik sederhana maupun berganda, kita akan mempergunakan uji t untuk menentukan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Untuk interpretasi uji t pada regresi linear, telah kami bahas di artikel ini.  Di sini kita akan bersama membahas tentang arti pada kalimat yang sering muncul yaitu, "Terdapat pengaruh yang positif dan signfikan" variabel X terhadap variabel Y. Kata 'positif' dalam kalimat itu artinya adalah searah, atau jika variabel X meningkat, maka variabel Y juga akan meningkat, sebaliknya, jika variabel X menurun, maka variabel Y juga menurun. Jadi kata positif bukan berarti positif pada uji kehamilan atau uji rapid test atau uji swab di mana jika negatif berarti tidak hamil atau tidak terinfeksi virus atau tidak berpengaruh.

Kata signifikan dapat diartikan sebagai bermakna, atau mempunyai makna atau berarti. Sebagai contoh, seorang karyawan mendapatkan kenaikan gaji bulanan dari Rp. 5.000.000 per bulan menjadi Rp. 5.005.000 atau naik Rp 5 ribu perbulan. Apakah gajinya naik? Tentu iya, tapi apakah kenaikan itu akan memberikan manfaat kepada karyawan tersebut? Tentunya tidak. Dalam hal ini kenaikan tersebut tidak signifikan atau tidak bermakna atau tidak mempunyai arti atau bahasa sehari-harinya, karyawan tersebut tidak akan berubah pola hidupnya karena kenaikan tersebut.

Sebagai ilustrasi berikut adalah output Uji T dengan SPSS Versi 25:

Contoh Output T Hitung pada Regresi Linear dengan SPSS Versi 25
Contoh Output T Hitung pada Regresi Linear dengan SPSS Versi 25
Variabel terikat adalah keputusan pembelian. Kita ambil contoh variabel Inovasi Produk, sehingga dinyatakan bahwa Inovasi produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan pembelian dengan T hitung sebesar 4,721 dan Sig sebesar 0,00 < 0,05. Artinya jika Inovasi produk ditingkatkan, maka keputusan pembelian juga akan meningkat, sebaliknya jika inovasi produk menurun, maka keputusan pembelian juga akan menurun. (ini hanya contoh, mohon tidak dibahas teorinya secara mendalam) 

Variabel yang lain, Sales promotion ternyata mempunyai t hitung yang negatif dengan sig < 0,05. Berarti Sales promotion berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Jika sales promotion ditingkatkan, maka keputusan pembelian justru menurun, sebaliknya jika sales promotion dikurangi, maka keputusan pembelian akan meningkat. Ini hanya contoh, mungkin agak aneh, tetapi mohon tidak dibahas lebih jauh. Mungkin karena adanya banyak promosi, maka calon konsumen justru menunggu adanya promosi, tidak membeli produk jika tidak ada promosi. Karena nilai promosi sangat besar, sehingga produk menjadi gratis. (Ini terjadi ketika perusahaan pada tahap awal sedang 'bakar uang', misalnya fenomena beberapa waktu yang lalu pada taksi online).

Mudah-mudahan bisa dipahami. Nah, untuk variabel Personal Selling, bagaimana kalimatnya. T hitung negatif dan signifikansi > 0,05. 

Silahkan tulis di komentar jika berkenan.

Share:

Menghitung T Hitung Manual Berdasarkan Output SPSS

Uji T pada analisis regresi linear sudah sangat akrab bagi para pemerhati statistik. Uji ini dipergunakan untuk menentukan apakah suatu variabel bebas berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikatnya. Uji ini juga bisa dipergunakan untuk menentukan arah dari pengaruh tersebut, apakah positif atau negatif. Selengkapnya Anda bisa menyimak lebih lanjut di label pengujian hipotesis di blog ini. 

Di sini, kita akan mencoba membahas, bahwa sebenarnya T hitung pada output SPSS bisa dihitung secara manual berdasarkan output itu sendiri. Coba simak output di bawah ini:

Gambar Contoh Output Analisis Regresi Linear Berganda dengan SPSS Versi 23
Gambar Contoh Output Analisis Regresi Linear Berganda dengan SPSS Versi 23

Output di atas sedikit berbeda dengan output yang Anda lihat langsung di Program SPSS Anda. Bedanya, bahwa angka di belakang koma ada 5, sementara biasanya secara defaut hanya ada 3. Kita memang bisa mengubah jumlah angka di belakang koma tersebut, tinggal double klik saja pada output di SPSS maka nanti akan keluar menunya. Jika pada suatu ketika Anda mendapati output Anda Sig. adalah sebesar 0,05 coba Anda perbanyak angka di belakang koma, bisa saja sebenarnya adalah 0,046. Jadi Anda tidak perlu repot-repot mencari justifikasi. 

OK, balik ke topik semula. Pada kolom B, Unstandardized, CAR adalah sebesar -0,18271 dengan Standard Error sebesar 0,1486. Angka pada B adalah negatif, tetapi pada Standard error adalah positif. Mengapa? Karena error tidak mungkin negatif, OK?

Jika kedua nilai itu dibagi maka -0,18271 : 0,14186 = -1,28796 dan angkanya sangat dekat dengan nilai T hitungnya yaitu sebesar -1,28799. Nah, sebenarnya memang nilai T hitung dihitung berdasarkan rumus tersebut. Perbedaan nilai tersebut semata-mata karena pembulatan angka di belakang koma saja. Makanya dalam contoh ini kita buat 5 angka di belakang koma, karena kalau hanya 3 kadang selisihnya cukup besar. 

Hasil yang sama jika Anda menghitung pada NPL atau LDR. Silahkan mencoba.

Bagaimana dengan F hitung? Klik di sini untuk menghitung F hitung berdasarkan output SPSS.

Share:

Cara Membaca T Tabel pada Uji T

Uji T adalah salah satu uji statistik yang secara umum membandingkan nilai t hitung dengan T Tabel. Uji dapat dipergunakan untuk menguji hipotesis berdasarkan nilai t yang diperoleh dari perhitungan statistik (T Hitung) lalu dibandingkan dengan nilai t yang terdapat pada tabel (T Tabel). Adapun Tabel T dapat diperoleh di buku-buku statistik yang Anda punyai. Biasanya di lampiran ada Tabel T dan juga tabel-tabel lain yang lazim dipakai dalam uji statistik. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut:

Contoh Tabel T
Contoh Tabel T

Perhatikan tabel di atas, Tabel yang Anda miliki mungkin berbeda, tetapi sebenarnya esensinya adalah sama. Sebagai contoh, di kiri atas ada tulisan dk, itu adalah derajad kebebasan, ada juga yang tertulis df atau degree of freedom. Keduanya adalah sama yang dihitung dengan N - 1 untuk one tail dan N - 2 untuk two tail, di mana N adalah jumlah sampel. 

Sebagai contoh, dalam suatu perhitungan, menggunakan sampel sebanyak 30 dengan uji dua arah dan memberikan nilai t hitung sebesar 2,404. Untuk melihat nilai T tabelnya, pertama dihitung nilai df yaitu sebesar 30 - 2 = 28. Di mana 30 adalah jumlah sampel dan 2 adalah dua arah. Lalu silahkan pada kolom paling kiri dicari nilai dk sebesar 28.

Pada baris paling atas tertulis  (alpha) untuk uji satu fihak, ini untuk satu arah dan di bawahnya lagi ada yang dua arah. Karena contoh ini menggunakan hipotesis dua arah, maka gunakan yang dua arah pada tingkat signifikansi 5% atau 0,05 sehingga akan diperoleh nilai T Tabel 

Nilai T Tabel untuk dk 28 pada tingkat signifikansi 5% uji dua arah
Nilai T Tabel untuk dk 28 pada tingkat signifikansi 5% uji dua arah

Tampak bahwa nilai T tabel adalah sebesar 2,048. Jika dibandingkan T hitung > T tabel atau 2,404 > 2,048 yang menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Atau ada yang latah menyebutnya bahwa hipotesis diterima.

Silahkan dicoba untuk latihan, misalnya dengan N = 40 atau jumlah yang lain.

Jika diperhatikan maka jumlah dk tidak urut. Tetapi di tabel lain mungkin akan urut dari 1 sd 100 atau bahkan lebih. Sebenarnya nilai tersebut bisa diinterpolasikan jika memang diperlukan. Misal untuk dk 100 maka letaknya adalah antara 2,000 sampai dengan 1,980 dengan dk antara 60 sampai dengan 120. Jadi 100 jika ditinjau dari 60 adalah 40 atau (40/60) atau 2/3. Sedangkan antara 2,000 dan 1,98 adalah sebesar 0,020. Dengan persamaan sederhana dapat diperoleh nilainya adalah sebesar (2/3) x 0,020 = 0,0133. Sehingga nilai T Tabelnya adalah sebesar 2,000 - 0,0133 = 1,9877. Banyak yang menuliskan sebesar 1,98 saja untuk memudahkan. 

Baris paling bawah adalah tanda tidak hingga, yang berarti bahwa untuk nilai df yang banyak sekali atau besar maka nilai T Tabel adalah sebesar 1,96. Ini sering dipergunakan pada SmartPLS atau LISREL atau AMOS yang sering muncul pertanyaan dari mana kok nilai T hitung dibandingkan dengan 1,96. Itu adalah nilai T Tabel untuk dk tak hingga atau banyak.

Share:

Interpretasi Uji t pada Analisis Regresi Linear

Metode pengujian hipotesis dengan t hitung pada analisis regresi adalah jika T hitung > T tabel maka hipotesis diterima, sebaliknya jika T hitung < T tabel maka hipotesis ditolak. Atau bisa juga menggunakan Signifikansi atau probabilitas atau Alpha. Misalnya untuk tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% maka jika Signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak dan jika Signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima.

Ketentuan itu sudah sangat jelas dan sebenarnya tidak perlu untuk dibahas lebih lanjut. Atau jika ingin melangkah lebih lanjut, maka hipotesis diterima jika T hitung > T tabel atau Signifikansi < 0,05. Ditolak jika T hitung < T tabel atau Signifikansi > 0,05. Juga sudah sangat jelas. Akan tetapi pertanyaan yang sering masuk ke kami adalah kurang lebih seperti ini:

Bagaimana jika T hitung < T tabel dan Signifikansi < 0,05?

Ini memang luar biasa, tetapi tidak hanya 1 atau 2 pertanyaan seperti itu di kolom komentar blog sederhana ini. Kadang tidak kami jawab, karena memang sudah ada banyak jawaban di pertanyaan yang lain, atau kadang kami sampaikan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Tapi kadang juga dibantah bahwa hasil yang dilakukan memberikan hasil seperti itu. 

Rupanya ini masalahnya:

Contoh Output T Hitung dengan SPSS Versi 26
Contoh Output T Hitung dengan SPSS Versi 26
Tabel di atas adalah Output SPSS untuk regresi linear dengan T tabel adalah sebesar 2,00  (Sudah kami chek berkali-kali). Kita lihat Variabel bebas Minyak dengan T hitung 2,261 dan Signifikansi sebear 0,028. Berarti memang benar T hitung > T tabel dan signifikansi < 0,05. Abaikan yang variabel Inflasi dan lihat yang variabel Kurs. Di situ tertulis T hitung -3,212 dan Signifikansi sebesar 0,002. Rupanya inilah yang sering dipermasalahkan. Itu kan T hitung < T tabel dan Signifikansi < 0,05. 

Penting untuk dipahami bahwa tanda negatif di depan angka tersebut BUKAN BERARTI NILANYA DI BAWAH 0. Itu adalah arah pengaruh. Jadi nilai T hitung diambil nilai mutlaknya atau nilai absolutnya yaitu sebesar 3,212. Jadi tetap T hitung > T Tabel dan Signifikansi < 0,05.

Tanda negatif berarti pengaruhnya adalah negatif atau berkebalikan sedangkan tanda positif berarti pengaruhnya juga positif. Untuk Variabel Minyak (positif), maka jika Harga minyak Naik maka nilai IHSG juga akan naik, atau jiika harga Minyak turun, maka IHSG juga turun, searah. TETAPI, untuk Kurs, karena tandanya negatif, maka jika Kurs Dollar NAIK, maka IHSG justru TURUN, sebaliknya jika Kurs Dollar TURUN, maka justru IHSG akan NAIK. 

Mudah-mudahan jelas.

Untuk mengeceknya, coba perhatikan variabel yang di tengah, yaitu Inflasi. Karena tandanya negatif maka jika Inflasi NAIK maka IHSG akan? (jawab dulu sebelum melihat artikel selanjutnya).


Jika Anda menjawab TURUN, maka meskipun Anda sudah paham tetapi kurang tepat :) Mengapa? Karena signifikansi > 0,05 dan juga T hitung < T tabel yang berarti tidak signifikan. Perubahan pada Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kurs. Tapi syukurlah, Anda sudah paham tentang tanda positif dan negatif di depan T hitung.

Mudah-mudahan tidak ada yang bertanya bagaimana jika Signifikansi hasil hitung nilainya negatif :))

Share:

Justifikasi Penerimaan Hipotesis

Biasanya pada naskah skripsi atau tesis yang menggunakan analisis linear regresi berganda akan mempunyai hipotesis parsial (diuji dengan uji t) dan hipotesis simultan (diuji dengan uji F). Perumusan hipotesis parsial didasari oleh dasar teori yang kuat dan dapat dengan mudah dilakukan oleh mahasiswa dengan bantuan dosen, karena dosen memang sangat menguasai tentang hal itu. Akan tetapi, sebenarnya uji F adalah untuk melihat kelayakan modal saja. Jika uji F tidak signifikan, maka tidak disarankan untuk melakukan uji t atau uji parsial.

Penentuan penerimaan hipotesis dengan uji t dapat dilakukan berdasarkan tabel t. Nilai t hitung hasil regresi dibandingkan dengan nilai t pada tabel. Jika t hitung > t tabel maka berarti terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial. Hal tersebut juga berlaku untuk F hitung. Cara melihat nilai t tabel dan F tabel sudah banyak dibahas pada berbagai buku statistik. Misalnya untuk jumlah sampel 100 maka nilai t tabel untuk signifikansi 5% adalah dengan melihat nilai t dengan degree of freedom sebesar N – 2 = 100 – 2 = 98 untuk hipotesis dua arah. Nilai t dilihat pada kolom signifikansi : 2 = 5% : 2 = 0,025. Jika pengujian satu arah, maka df adalah 100 – 1 = 99 dan dilihat pada kolom 5%.

penerimaan hipotesis harus menggunakan dasar teori yang kuat
Justifikasi Penerimaan Hipotesis

Untuk uji F, maka df dihitung dengan N – k – 1 dengan k adalah jumlah variabel bebas. Anda jangan bertanya, bagaimana kalau uji satu arah dan dua arah pada uji F. Uji F tidak mengenal arah, jadi ya pasti satu arah. Logika uji dua arah, adalah terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dan uji satu arah adalah terdapat pengaruh negatif/positif antara variabel bebas antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Lha kalau uji F kan uji simultan, jadi bagaimana menentukan arah positif atau negatif.

Share:

Pengujian Satu Arah dan Dua Arah

Kita sering mendengar istilah pengujian satu arah (one tailed) dan dua arah (two tailed). Dalam pembahasannya, sering kali terjadi kesalahpahaman antara satu peneliti dengan peneliti yang lain. Dalam berbagai laporan penelitian juga sering didapati, bahwa hipotesisnya satu arah, tetapi pengujiannya dua arah, atau sebaliknya. Hal tersebut sebenarnya kurang tepat secara statistik karena pengujian satu arah dan dua arah adalah hal yang tidak identik dan mempunyai nilai batas yang berbeda.

Subscribe Channel Youtube kami di Statistik TV

Pengujian dua arah adalah pengujian terhadap suatu hipotesis yang belum diketahui arahnya. Misalnya ada hipotesis, ‘diduga ada pengaruh signifikan antara variabel X terhadap Y’. Hipotesis tersebut harus diuji dengan pengujian dua arah. Sedangkan hipotesis yang berbunyi, ‘diduga ada pengaruh positif yang signifikan antara variabel X terhadap Y’. Nah, hipotesis tersebut harus diuji dengan pengujian satu arah. Bedanya apa? Lihat saja kedua hipotesis tersebut, ada kata positif dan tidak ada kata positif.

Jadi jika kita sudah mengetahui arah dari hubungan antara dua variabel, maka kita harus menggunakan pengujian satu arah. Coba perhatikan hipotesis ini, ‘diduga X berbeda dengan Y’. Nah pengujiannya apa? Ya jelas pengujian hipotesis dua arah. Berbeda dengan ini, ‘diduga X lebih tinggi dari pada Y’, di mana ini adalah pengujian hipotesis satu arah.

Perumusan hipotesis, apakah menggunakan arah atau tidak dilakukan berdasarkan telaah teoretis, atau merujuk kepada penelitian yang telah ada sebelumnya (kalau ada). Misalnya, sudah ada referensi bahwa variabel X berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y, maka jika kita akan melakukan replikasi terhadap penelitian tersebut, ya sebaiknya menggunakan hipotesis satu arah. Artinya kita melangkah lebih lanjut dari pada penelitian sebelumnya yang hanya mengetahui bahwa ada pengaruh saja. Penelitian kita akan memberikan manfaat lebih lanjut, yaitu bahwa pengaruh tersebut adalah positif atau negatif (jika memang ada teori yang mendukung).

Jika kita menggunakan analisis regresi linear, maka untuk pengujian dua arah, dan menggunakan signifikansi sebesar 5%, maka signifikansi akan dilihat dari nilai signifikansi output, di bawah 0,05 (hipotesis diterima) atau di atas 0,05 (hipotesis ditolak). Kita tidak perlu melihat berapa nilai t outputnya, apakah positif atau negatif. Akan tetapi, jika kita menggunakan hipotesis satu arah, pada signifikansi 5%, maka nilai signifikansi output harus dibagi dengan dua terlebih dahulu. Misalnya output signifikansi adalah sebesar 0,096, maka hipotesis diterima, karena 0,096 : 2 = 0,048 (< 0,05). Tetapi untuk menentukan arah, tetap kita harus melihat t hitungnya, positif atau negatif.

Subscribe Channel kami di Statistik TV
Share:

Artikel Terbaru

Translate

Instagram

Instagram
Gabung Instagram Kami

Artikel Terbaru

Jual Data Laporan Keuangan Perusahaan yang Listing di BEI Tahun 2020

Setiap perusahaan yang telah go public wajib untuk menyerahkan laporan keuangan ke badan otoritas, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawa...

Artikel Populer Seminggu Terakhir

Komentar Terbaru

`

Ingin menghubungi kami untuk kerja sama?

Nama

Email *

Pesan *