Berbagai Uji Validitas dengan SPSS Versi 23

Uji validitas adalah uji statistik yang dipergunakan untuk mengukur valid atau tidaknya sudah kuesioner. Suatu rangkaian kuesioner harus diuji validitas terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai sumber data penelitian. Sebenarnya juga ada uji reliabilitas, tetapi tidak dibahas di sini. Akan tetapi kuesioner yang mengukur suatu fakta memang tidak perlu diuji validitas atau reliabilitasnya, misalnya yang berisi pertanyaan jenis kelamin, alamat dan sejenisnya, tidak perlu diuji validitasnya. Kuesioner yang mengukur respons sangat perlu untuk diuji validitas dan reliabilitasnya karena merupakan alat ukur. Kita harus punya alat ukur yang valid dan reliabel. Valid berarti mampu mengukur apa yang ingin diukur, dan reliabel berarti akan memberikan hasil yang relatif saja jika dipergunakan untuk mengukur suatu objek yang relatif sama.

Uji validitas tidak semata-mata menggunakan uji statistik. Ada juga uji yang lain, misalnya pendapat dari seorang ahli, meskipun di sini istilah 'ahli' harus diambil secara hati-hati. Juga dapat dilakukan dengan cara mengecek langsung, jika memungkinkan. Misalnya pertanyaan berapa kali bolos sekolah, bisa juga dilihat dari data absensi. Atau gaji seseorang bisa dilihat dari sumber lain. 

Berikut akan dibahas uji validitas yang meliputi uji Korelasi Pearson, Corrected Item to total correlation dan Analisis faktor.

1. Korelasi Pearson

Korelasi Pearson, atau juga sering disebut Product Moment dapat dipergunakan untuk menguji validitas suatu item dalam kuesioner. Persamaannya sudah populer yaitu sebagai berikut:

Persamaan Korelasi Pearson
Persamaan Korelasi Pearson
Dengan n adalah jumlah sampel, atau responden yang diberikan kuesioner, X adalah skor jawaban dari responden dan Y adalah jumlah skor total. Skor total adalah jumlah dari jawaban responden dari masing-masing pertanyaan atau indikator. Persamaan tersebut sudah banyak diakomodir dalam berbagai program termasuk SPSS, bahkan Excel pun sudah tersedia. 

Aplikasi dengan SPSS dilakukan dengan memilih Analyze, pilih Correlate lalu klik pada Bivariate seperti pada gambar di bawah:

Box Dialog Korelasi Pearson
Box Dialog Korelasi Pearson

Setelah Klik pada Bivariate, maka akan diarahkan ke Box sebagai berikut:

Menu Box Korelasi Pearson
Menu Box Korelasi Pearson

Masukkan indikator pada X1 termasuk skor totalnya seperti pada gambar di atas. Setelah itu klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:
Output Korelasi Pearson
Output Korelasi Pearson
Output tersebut adalah memuat korelasi dari masing-masing indikator dan juga korelasi antara indikator dengan variabel yang dibentuk yaitu Kepuasan Nasabah. Sebenarnya yang akan dipergunakan hanya korelasi antara masing-masing indikator dengan Kepuasan Nasabah. Jika diinginkan bisa di-hide sehingga akan tampak sebagai berikut:

Output Korelasi Pearson Ringkas
Output Korelasi Pearson Ringkas
Gambar 4 di atas hanya lebih ringkas dibandingkan Gambar 3. Tampak bahwa r (korelasi Pearson) x11 dengan Kepuasan Nasabah adalah sebesar 0,659 dengan Signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti indikator tersebut valid dalam mengukur kepuasan nasabah. Hal yang sama juga tampak jelas pada indikator yang lain.

Cara lain juga bisa membandingkan nilai korelasi dengan r tabel. Cara ini juga bisa dipergunakan dan akan memberikan hasil yang sama. Atau cara lain juga bisa dengan mengubah nilai r ke dalam bentuk t hitung lalu dibandingkan dengan t tabel. Hasil akhirnya akan sama persis. Mungkin sedikit lebih rumit karena harus melihat r tabel atau juga harus memasukkan rumus untuk mencari t hitung dari r hitung yang telah diketahui. 


2. Corrected Item to Total Correlation

Metode ini sebenarnya sama dengan Product Moment, hanya mengurangi efek Spurious overlaps sehingga banyak yang menyatakan bahwa metode ini lebih akurat dalam mengukur validitas. Konsepnya sederhana, sebuah indikator dicari korelasinya dengan skor total, yang di dalam skor total tersebut juga mengandung unsur skor indikator yang kita ukur. Jadi seperti diukur dua kali sehingga cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi dari yang sebenarnya.

Solusinya sederhana, yaitu dengan mengeluarkan indikator yang sedang kita ukur dari skor totalnya. Pada contoh ini, ketika menghitung validitas X11 maka skor totalnya hanya penjumlahan dari X12 sampai dengan X15 atau skor total awal dikurangi X11. Demikian juga analogi dengan indikator yang lain. Kita tidak perlu menghitung satu persatu, karena SPSS sudah menyediakan menu untuk keperluan itu. Klik Analyze, pilih pada Scale lalu klik pada Reliability Analysis seperti pada gambar berikut:

Menu Untuk Corrected Item to Total Correlation
Menu Untuk Corrected Item to Total Correlation

 Setelah Anda klik, maka akan diarahkan ke Box sebagai berikut:

Memasukkan Semua Indikator
Memasukkan Semua Indikator

Masukkan kelima indikator (skor total tidak usah dimasukkan) lalu klik pada Statistic di kanan atas sehingga akan masuk ke box berikutnya sebagai berikut:

Menu Statistic
Menu Statistic

Klik pada Scale if Item Deleted. Abaikan yang lain, klik Continue lalu Klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Output Correctect Item-Total Correlation
Output Correctect Item-Total Correlation

Tampak bahwa nilai r hitung untuk X11 adalah sebesar 0,471 yang lebih rendah dibandingkan r hitung pada product moment yaitu sebesar 0,659. Demikian juga dengan indikator yang lain yang mengalami penurunan nilai r hitung. Nilai r pada Gambar 8 dianggap lebih sesuai karena menghilangkan faktor spuorious overlaps. Justifikasinya sama, yaitu dengan membandingkan dengan r tabel. 


3. Analisis Faktor

Analisis faktor bisa dipergunakan untuk melihat apakah suatu indikator mampu membentuk suatu variabel tertentu. Simulasi Analisis faktor telah ada di link ini. Berikut akan diberikan simulasi atau contoh yang lain untuk analisis faktor.

Klik Analyze, pihlih Dimention Reduction, lalu klik pada Factor. Anda akan diarahkan ke menu analisis faktor sebagai berikut:

Menu Analisis Faktor
Menu Analisis Faktor

Anda akan diarahkan ke Box sebagai berikut:

Memasukkan Indikator
Memasukkan Indikator

Masukkan indikator X11 sampai dengan X15 tanpa memasukkan skor totalnya dan juga indikator X21 sampai dengan X24. Lalu klik Descriptives di kanan atas.

Menu Descriptives pada Analisis Faktor
Menu Descriptives pada Analisis Faktor

Berikan tanda centang pada KMO and Bartlett's Test of sphericity seperti pada gambar di atas. Klik Continue, lalu klik Rotation sehingga akan masuk ke box dialog berikut:

Menu Rotation
Menu Rotation

Berikan tanda tickmark pada Varimax, lalu klik Continue sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Output KMO and Bartlett's Test of Sphericity
Output KMO and Bartlett's Test of Sphericity

Nilai KMO adalah sebesar 0,702 dan nilai yang diharapkan adalah di atas 0,5. Berarti pengujian dapat diteruskan.
Output Rotation Matrix
Output Rotation Matrix
Gambar di atas menunjukkan bahwa indikator X11 mempunyai skor lebih tinggi ke Component 1 dibadingkan ke Component 2 yaitu 0,732 > (-) 0,153. Bearti indikator X11 masuk ke kelompok 1. Demikian juga dengan X12, X13, X14 dan X15 yang serupa sehingga kelimanya mengelompok di Component 1. Ini selaras dengan rancangan kuesioner di mana kelima indikator tersebut mengukur satu variabel yang sama.

Dengan analogi tersebut maka tampak bahwa X21, X22, X23 dan X24 akan mengelompok ke Component 2 yang juga merupakan satu rangkaian kuesioner. Tampak bahwa indikator yang dipergunakan telah sesuai mengukur variabel yang diinginkan. Jadi ke-9 indikator yang diukur adalah valid.

Berikut adalah video singkat tentang Uji Validitas:


Share:

Berbagai Uji Normalitas dengan SPSS

Uji normalitas dipergunakan untuk melihat apakah suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Banyak metode statistik yang memerlukan asumsi normalitas data, terutama untuk statistik parametrik. Uji normalitas juga sangat erat kaitannya dengan uji asumsi klasik pada regresi linear.

Metode uji normalitas juga sangat banyak. Artikel ini akan membahas berbagai uji normalitas dengan SPSS Versi 23. Uji normalitas pada artikel ini tidak semata-mata pada regresi saja, tetapi secara umum. 

1. Metode Grafis

Metode grafis untuk melakukan uji normalitas adalah dengan histogram. Langkah pertama adalah dengan masuk ke menu Graph lalu pilih Legacy Dialog, lalu pilih Histogram seperti pada gambar di bawah:

Pilih Menu Histogram
Pilih Menu Histogram


Maka kita akan diarahkan ke menu Histogram sebagai berikut:

Menu Histogram
Menu Histogram

Masukkan variabel yang akan diuji normalitasnya, lalu berikan tanda Tickmark (centang) pada Display Normal Curve. Setelah itu klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Histogram Untuk Uji Normalitas
Histogram Untuk Uji Normalitas

Data yang normal, jika diplotkan seperti gambar di atas, akan menyerupai bentuk lonceng. Hanya ada sedikit data yang kecil dan juga besar, sebagia besar mengumpul di tengah. Dalam hal ini, nilai median mendekati nilai rata-rata. Gambar di atas mungkin bisa dianggap normal karena sudah memenuhi deskripsi normal. Akan tetapi, tampak juga bahwa di bagian kiri dan kanan tidak terlalu banyak data. Oleh karena itu, diperlukan uji statistik yang lain untuk lebih memastikan apakah data terdistribusi secara normal atau tidak.

2. Metode Skewness dan Kurtosis

Metode Skewness dan Kurtosis menggunakan menu Analyze, pilih Descriptive Statistic, lalu pilih pada Descriptive. (tetapi sebenarnya juga bisa menggunakan menu Explore)

Menu Deskriptif
Menu Deskriptif

Setelah di klik maka akan muncul menu descriptive dan masukkan variabel yang akan diuji normalitasnya. 

Menu Options
Menu Options

Lalu klik Options di kanan atas sehingga akan muncul Box Dialogs yang baru yaitu sebagai berikut:

Menu Skewness dan Kurtosis
Menu Skewness dan Kurtosis

Berikut tanda tickmark pada Skewness dan Kurtosis, lalu klik Continue. Anda akan diarahkan kembali ke menu Descriptive, lalu klik OK. Maka akan keluar output sebagai berikut:

Output Uji Normalitas dengan Skewness dan Kurtosis
Output Uji Normalitas dengan Skewness dan Kurtosis

Berdasarkan hasil output di atas, dihitung nilai Z Skewness dan juga Z Kurtosis dengan rumus sebagai berikut:




Dengan Nilai S adalah 0,289, K sebesar -0,974 (dari output SPSS) dan N adalah jumlah data yaitu 95 data. Silahkan dimasukkan dengan tanda (-) diambil nilai mutlaknya. sehingga diperoleh nilai Z Skew adalah sebesar 1,150 dan nilai Z Kurt adalah sebesar 1,938. Tampak bahwa baik Z Skewness maupun Z Kurtosis nilainya di bawah 1,96 (5%) atau 2,58 (1%). Jadi dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. 


3. Metode Kolmogorov Smirnov

Metode berikutnya yang akan dibahas adalah uji normalitas data dengan Kolmogorov Smirnov. Dari Analyze, pilih Nonparametric Tests, pilih Legacy Dialogs lalu pilih 1-Sample K-S.

Menu Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov
Menu Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov

Maka akan diarahkan ke menu berikutnya yaitu sebagai berikut:

Menu Uji Kolmogorov Smirnov
Menu Uji Kolmogorov Smirnov

Masukkan data ke dalam Test Variable List, lalu klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Output Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov
Output Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov

Tampak bahwa nilai Signifikansi adalah sebesar 0,077 > 0,05 yang berarti bahwa data telah terdistribusi secara normal. Hasil ini memperkuat hasil uji sebelumnya.

Demikianlah simulasi singkat tentang uji normalitas dengan menggunakan SPSS Versi 23. Sebenarnya masih ada lagi beberapa metode, misalnya P Plot (grafis) atau juga uji statistik seperti Jarque-Berra.

Share:

Kesalahan Fatal dalam Pengambilan Sampel secara Acak (Random Sampling)

Metode Random sampling adalah pengambilan sampel dari suatu populasi dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota populasi (Wikipedia). Ini sengaja diambil dari wikipedia bukan buku, agar tidak dikutip oleh para netizen. Untuk mengutip, silahkan membuka buku Anda atau di perpustakaan terdekat. Mengapa? Karena artikel di internet memang tidak disarankan untuk dijadikan rujukan definisi. Tapi kurang lebih artinya sama.

Salah Fatal dalam Pengambilan Sampel
Salah Fatal dalam Pengambilan Sampel

Nah, meskipun dikatakan 'ACAK' tetapi tidaklah Acak-acakan dan tetap merupakan suatu metode tertentu yang mengikuti kaidah tertentu. Banyak yang menafsirkan random sampling adalah asal-asalan, ngawur saja, tidak metodik dan lain-lain. Ini salah besar. Coba kita simak simulasi berikut ini:

Laode (bukan nama sebenarnya, hanya ilustrasi, mohon maaf jika ada kesamaan nama) ingin meneliti tentang bursa saham Indonesia, dan memerlukan 100 sampel perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). Dia menyusun sekitar 600-an nama perusahaan berdasarkan abjad, lalu mulai mengambil data rasio keuangan dari perusahaan berdasarkan data base yang dia susun. Nomor 1 perusahaan A diambil datanya. lalu nomor 2 demikian seterusnya. Ketika sampai pada data yang sulit diambil datanya (sumber terlalu tebal atau kurang lengkap) dia segera melewatkan dan mengambil data di urutan bawahnya. Demikian seterusnya sehingga terkumpul 100 perusahaan meskipun dia baru menelusuri sekitar 230 perusahaan


Randi (bukan nama sebenarnya, hanya ilustrasi, mohon maaf jika ada kesamaan nama) juga serupa. Tetapi dia mengumpulkan data perusahaan berdasarkan kategorinya. Lalu mulailah dia ambil data dari atas persis seperti apa yang dilakukan oleh Laode. Dan ketika sampai pada data ke 190 maka dia sudah mendapatkan 100 sampel. 


Dari kedua simulasi di atas, manakah yang sesuai dengan kaidah Random Sampling? Tentu saja. Semuanya tidak sesuai. Kedua contoh di atas lebih sesuai dikatakan (maaf) Ngawur dan sangat tidak terstruktur. 

Dalam kasus yang pertama, maka perusahaan yang kebetulan diawali dengan huruf A sangat mungkin masuk menjadi sampel, tetapi perusahaan yang berawalan huruf Z sangat tidak mungkin menjadi sampel. Berarti tidak semua anggota populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk menjadi sampel. 

Juga untuk kasus kedua. Dalam hal ini, perusahaan yang masuk kategori Agriculture sangat mungkin menjadi sampel. Tetapi perusahaan yang masuk kategori Property, misalnya, sangat kecil kemungkinan untuk menjadi sampel.

Lalu harus seperti apa?

Untuk kasus yang pertama, kita bisa menggunakan nomor yang melompat sehingga semua perusahaan mungkin bisa menjadi sampel. Misalnya kita lompat 6, maka nomor, 1, lalu, 7 lalu 13 dan seterusnya. Atau kita bisa menggunakan Tabel bilangan acak, tetapi akhir-akhir ini kita bisa menggunakan aplikasi yang berkaitan dengan bilangan acak. Misalnya sampel pertama adalah nomor 1 dalam daftar, lalu sampel kedua bisa nomor 59 lalu ketiga 320 lalu balik ke nomor 7 dan seterusnya. Jadi dengan aplikasi ini, maka setelah kita mengambil 1 buah sampel, maka semua perusahaan yang belum masuk sampel akan diacak sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. 

Untuk kasus kedua, kita bisa menggunakan stratified sampling. Artinya, setiap kategori kita ambil jumlah sampelnya agar terwakili. Jumlah sampel pada masing-masing kategori dirancang proporsional dengan jumlah keseluruhan sampel. Nah, nanti di setiap kategori, misalnya ada 40 diambil 6 sampel (ini hanya contoh) maka barulah kita acak 6 dari 40 anggota kategori tersebut. Dengan demikian semua kategori terwakili dan setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

Apakah ini penting? IYA. Ini sangat penting. Kesalahan pengambilan sampel berarti kesimpulan akhir bisa missleading. Banyak pertanyaan kenapa kok hasil penelitian saya tidak sesuai teori bla bla....sangat mungkin terjadi karena sampel memang tidak mewakili populasi yang ada karena diambil dengan menggunakan metode Acak (acakan).

Share:

Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Regresi dengan SPSS

Kata ‘Homo’ berarti sama atau equal, sedangkan kata ‘scedasticity’ berarti disperse atau scatter atau ada yang mengartikan sebaran. Jadi varians dari error atau disturbance haruslah sama pada masing-masing nilai X. Misalnya ada analisis regresi antara penghasilan terhadap pengeluaran, maka data 4 orang dengan gaji 3 juta akan memberikan empat buah error dan mempunyai varians. Varians ini harus sama (equal) dengan varians error pada nilai X yang lain misalnya 4 juta. Demikian seterusnya. Uji Heteroskedastisitas adalah salah satu uji asumsi klasik yang sering dipergunakan.

Berikut adalah beberapa uji heteroskedastisitas yang dapat dilakukan dengan Software SPSS versi 23:

1. Metode Grafik

Masuk ke menu regresi linear dengan memilih Analyze ==> Regression => Linear seperti gambar di bawah:

Masuk ke Menu Regresi Linear
Masuk ke Menu Regresi Linear

Anda akan diarahkan ke menu regresi. Masukkan Variabel bebas dan terikat seperti pada gambar di bawah:

Menu Regresi Linear Berganda
Menu Regresi Linear Berganda

Lalu klik Plot untuk membuat gambar Uji Heteroskedastisitas seperti gambar di bawah:

Menu Plot Grafik Uji Heteroskedastisitas
Menu Plot Grafik Uji Heteroskedastisitas

Pengujian gangguan heteroskedastisitas dengan metode grafis dilakukan dengan memplotkan nilai ZPRED (sebagai sumbu X) terhadap SRESID (sebagai sumbu Y). ZPRED adalah nilai Y prediksi dan SRESID adalah nilai residual regresi. Klik Continue, maka Anda akan diarahkan kembali ke Menu Regresi. Lalu Klik Save sehingga akan diarahkan ke Menu Save yaitu sebagai berikut:

Menu Save pada Regresi Linear Berganda
Menu Save pada Regresi Linear Berganda

Klik Continue sehingga kembali ke Menu Regresi lalu klik OK di bagian bawah  sehingga akan keluar output uji Regresi Linear Berganda. Silahkan lihat di Output 

Output Grafik Uji Heteroskedastisitas
Output Grafik Uji Heteroskedastisitas

Grafik di atas menunjukkan bahwa titik pada grafik relatif menyebar dari kiri ke atas. Atau semakin ke kanan, semakin lebar titik-titik pada grafis. Ini diduga ada gangguan heteroskedastisitas pada model karena ada pola tertentu.
Pengujian dengan grafis memang sering menimbulkan perbedaan pendapat di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain sehingga diperlukan uji formal untuk memberikan justifikasi adanya gangguan heteroskedastisitas atau tidak.


2. Uji Park

Uji Park dilakukan dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai logaritna natural dari kuadrat nilai residualnya. Jika ada pengaruh yang signifikan, berarti ada gangguan heteroskedastisitas. Langkah pertama adalah mentransformasikan data residual menjadi Logaritma Natural dari Kuadratnya. 

Kembali ke menu data pada SPSS dan pada kolok paling kanan akan muncul variabel baru. Ini muncul karena kita meng-klik Save pada waktu melakukan regresi. Klik Transform, lalu pilih Compute Variable seperti pada gambar berikut:

Menu Compute Variable
Menu Compute Variable

Jika benar, maka akan masuk ke menu Compute Variable sebagai berikut:

Memasukkan Variabel yang Akan Dihitung
Memasukkan Variabel yang Akan Dihitung

Pada Target Variable, masukkan nama variabel yang diinginkan, misalnha Ln_Abs_2. Lalu pada Numeric Expression masukkan LN(RES_1 * RES_1) yang berarti menghitung nilai logaritma dari kuadrat residual. Setelah klik OK maka akan muncul variabel baru pada kolom paling kanan. Regresikan variabel bebas terhadap nilai baru tersebut seperti pada Gambar berikut:

Regresi Variabel Bebas Terhadap Logaritma Kuadrat Residual
Regresi Variabel Bebas Terhadap Logaritma Kuadrat Residual

Hasilnya, lihat pada nilai t hitung seperti pada gambar di bawah:

Output Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park
Output Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park


Tampak bahwa nilai Signifikansi Harga Emas adalah sebesar 0,002 < 0,05 yang berarti terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian. Ini memperkuat hasil pengujian dengan grafis, bahkan lebih jauh, juga memberikan variabel bebas mana yang mengalami gangguan tersebut.


3. Uji Glejser


Uji Glejser sebenarnya mirip dengan uji Park, hanya dilakukan dengan meregresikan antara variabel bebas terhadap absolut residualnya. Jika ada pengaruh yang signifikan, berarti ada gangguan heteroskedastisitas. Perhitungan absolut residual dengan menu seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Perhitungan Absolut Residual
Perhitungan Absolut Residual

Berikan nama Abs_res lalu gunakan funcion Abs untuk mengubah nilai residual ke dalam nilai mutlaknya (absolut) dengan ABS(RES_1). Setelah klik OK maka akan ada variabel baru dengan nama Abs_res yang merupakan nilai mutlak dari residual. Lalu lakukan regresi antara Leverage (variabel X) terhadap Abs_Res sebagai variabel Y dan lihat output sebagai berikut:

Output Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser
Output Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser

Tampak pada output di atas bahwa nilai t hitung Harga Emas adalah 4,400 dengan Sig. sebesar 0,000 < 0,05. Berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel Harga emas terhadap nilai Absolut residualnya. Interpretasinya adalah bahwa terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian. Hasil ini selaras juga dengan hasil pengujian dengan Metode Park


4. Uji Rank Spearman

Metode lain yang juga sering digunakan adalah dengan Korelasi Rank Spearman. Prinsipnya adalah mengkorelasikan variabel bebas dengan absolut residualnya. Jika terdapat signifikansi, berarti terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian. Nilai absolut residual adalah sama dengan yang diperoleh pada uji Glejser di atas. Klik Analyse lalu pilih Correlate, pilih Bivariate seperti pada gambar di bawah: 

Menu Korelasi Rank Spearman
Menu Korelasi Rank Spearman

Pilih Analyze, sorotkan mouse pada Correlate, lalu pilih Bivariate seperti pada gambar di atas. Jika benar, maka akan diarahkan ke Box sebagai berikut:

Menu Korelasi Spearman
Menu Korelasi Spearman

Masukkan semua variabel bebas dan Abs_res ke dalam Box di sebelah kanan. Berikan tanda centang pada Spearman seperti pada gambar di atas. Lalu Klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Output Uji Heteroskedastisitas dengan Korelasi Spearman
Output Uji Heteroskedastisitas dengan Korelasi Spearman

Tampak bahwa nilai korelasi adalah sebesar 0,48  dengan Sig. sebesar 0,000 < 0,05. Berarti ada gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian.

Tampak bahwa semua metode memberikan hasil yang kurang lebih selaras sehingga tidak ada yang perlu diperdebatkan. Anda juga bisa menyimak video kami di Channel Youtube kami yaitu di Statistik TV

Share:

Interpretasi Uji t pada Analisis Regresi Linear

Metode pengujian hipotesis dengan t hitung pada analisis regresi adalah jika T hitung > T tabel maka hipotesis diterima, sebaliknya jika T hitung < T tabel maka hipotesis ditolak. Atau bisa juga menggunakan Signifikansi atau probabilitas atau Alpha. Misalnya untuk tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% maka jika Signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak dan jika Signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima.

Ketentuan itu sudah sangat jelas dan sebenarnya tidak perlu untuk dibahas lebih lanjut. Atau jika ingin melangkah lebih lanjut, maka hipotesis diterima jika T hitung > T tabel atau Signifikansi < 0,05. Ditolak jika T hitung < T tabel atau Signifikansi > 0,05. Juga sudah sangat jelas. Akan tetapi pertanyaan yang sering masuk ke kami adalah kurang lebih seperti ini:

Bagaimana jika T hitung < T tabel dan Signifikansi < 0,05?

Ini memang luar biasa, tetapi tidak hanya 1 atau 2 pertanyaan seperti itu di kolom komentar blog sederhana ini. Kadang tidak kami jawab, karena memang sudah ada banyak jawaban di pertanyaan yang lain, atau kadang kami sampaikan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Tapi kadang juga dibantah bahwa hasil yang dilakukan memberikan hasil seperti itu. 

Rupanya ini masalahnya:

Contoh Output T Hitung dengan SPSS Versi 26
Contoh Output T Hitung dengan SPSS Versi 26
Tabel di atas adalah Output SPSS untuk regresi linear dengan T tabel adalah sebesar 2,00  (Sudah kami chek berkali-kali). Kita lihat Variabel bebas Minyak dengan T hitung 2,261 dan Signifikansi sebear 0,028. Berarti memang benar T hitung > T tabel dan signifikansi < 0,05. Abaikan yang variabel Inflasi dan lihat yang variabel Kurs. Di situ tertulis T hitung -3,212 dan Signifikansi sebesar 0,002. Rupanya inilah yang sering dipermasalahkan. Itu kan T hitung < T tabel dan Signifikansi < 0,05. 

Penting untuk dipahami bahwa tanda negatif di depan angka tersebut BUKAN BERARTI NILANYA DI BAWAH 0. Itu adalah arah pengaruh. Jadi nilai T hitung diambil nilai mutlaknya atau nilai absolutnya yaitu sebesar 3,212. Jadi tetap T hitung > T Tabel dan Signifikansi < 0,05.

Tanda negatif berarti pengaruhnya adalah negatif atau berkebalikan sedangkan tanda positif berarti pengaruhnya juga positif. Untuk Variabel Minyak (positif), maka jika Harga minyak Naik maka nilai IHSG juga akan naik, atau jiika harga Minyak turun, maka IHSG juga turun, searah. TETAPI, untuk Kurs, karena tandanya negatif, maka jika Kurs Dollar NAIK, maka IHSG justru TURUN, sebaliknya jika Kurs Dollar TURUN, maka justru IHSG akan NAIK. 

Mudah-mudahan jelas.

Untuk mengeceknya, coba perhatikan variabel yang di tengah, yaitu Inflasi. Karena tandanya negatif maka jika Inflasi NAIK maka IHSG akan? (jawab dulu sebelum melihat artikel selanjutnya).


Jika Anda menjawab TURUN, maka meskipun Anda sudah paham tetapi kurang tepat :) Mengapa? Karena signifikansi > 0,05 dan juga T hitung < T tabel yang berarti tidak signifikan. Perubahan pada Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kurs. Tapi syukurlah, Anda sudah paham tentang tanda positif dan negatif di depan T hitung.

Mudah-mudahan tidak ada yang bertanya bagaimana jika Signifikansi hasil hitung nilainya negatif :))

Share:

Moving Average Statistik Corona Kasus Covid -19 di Indonesia sampai dengan 31 Oktober 2020

Penting kami garis bawahi bahwa ini bukan sumber resmi atau rujukan resmi tentang Covid 19 di Indonesia. Ini adalah simulasi penggunaan metode Moving Average. Data yang digunakan adalah data resmi yang ada di rujukan resmi yaitu di sini

Data pertama yang diumumkan adalah pada tanggal 02 Maret 2020. Jadi sejak tanggal 02 Maret 2020 sampai dengan 31 Oktober 2020 rincian kasus positif di Indonesia adalah sebagai berikut:

Kasus Harian Covid-19 di Indnesia Maret 2020 sd November 2020
Kasus Harian Covid-19 di Indnesia Maret 2020 sd November 2020

Grafik di atas adalah jumlah kasus harian per hari periode 02 Maret 2020 sd 31 Oktober 2020. Tanggal terakhir di sumbu X tertera 02 November 2020 karena itu adalah hari di mana data ini ditampilkan. 

Dari grafik di atas tampak bahwa memang cenderung meningkat. Di sekitar Bulan Juli ada satu data yang sangat menonjol yaitu pada tanggal 09 Juli 2020 dengan adanya laporang kasus positif sebanyak 2657. Pada saat ini sangat tinggi lonjakannya karena sehari sebelumnya hanya 1853 kasus dan satu hari setelahnya 1611. 

Setelah itu relatif naik lagi secara perlahan bahkan di awal September 2020 terlihat agak tinggi kenaikannya. Sampai dengan awal Oktober relatif stabil dan akhirnya kelihatan menurun.

Jika kita ingin melihat lagi secara lebih merata maka kita bisa menggunakan metode Moving Average. Prinsipnya adalah dengan menggunakan data beberapa hari terakhir. Di sini kita ambil 7 hari terakhir (tidak ada rujukan yang pasti). Artinya data yang digunakan adalah jumlah kasus dalam 7 hari terakhir atau satu minggu terakhir. Misalnya data tanggal 18 Agustus 2020 yang dimasukkan dalah jumlah kasus positif adalah jumlah dari kasus tanggal 11 Agustus sd 17 Agustus. Demikian seterusnya. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Kasus Covid-19 di Indonesia Moving Average 7 Hari
Kasus Covid-19 di Indonesia Moving Average 7 Hari

Grafik di atas tampak bahwa fluktuasi data menjadi lebih smooth. Tidak ada data yang ekstrim tinggi atau ekstrim rendah. Angka yang tinggi pada tanggal 09 Juli 2020 menjadi terlihat smooth karena yang dimasukkan adalah data tujuh hari ke belakang. Tapi memang tampak bahwa pada awal Juli ada peningkatan lalu relatif menurun sedikit dan kemudian meningkat lagi di bulan Agustus. Juga tampak bahwa pada akhir Oktober memang ada penurunan kasus positif harian yang cukup singnifikan. 

Jadi dengan menggunakan Moving Average, maka data terlihat lebih smooth dan pengambilan keputusan menjadi lebih bijak karena tidak terfokus pada satu atau dua data saja yang kebetulan ekstrim. Metode ini sering dipergunakan oleh marketing untuk pengambilan keputusan. Misalnya menggunakan data penjualan 3 bulan terakhir atau 6 bulan terakhir. Dengan metode ini, maka keputusan lebih tepat karena tidak terpengaruh oleh fluktuasu ekstrim dari satu data saja. 

Note: Pengambilan periode 7 hari tidak ada rujukan yang pasti. Anda bisa membuat sendiri, misalnya 14 hari atau periode waktu yang lain.

Simak perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia Bulan November 2020

Silahkan visit versi video dari artikel ini:

Share:

Artikel Terbaru

Translate

Instagram

Instagram
Gabung Instagram Kami

Artikel Terbaru

Jual Data Laporan Keuangan Perusahaan yang Listing di BEI Tahun 2020

Setiap perusahaan yang telah go public wajib untuk menyerahkan laporan keuangan ke badan otoritas, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawa...

Artikel Populer Seminggu Terakhir

Komentar Terbaru

`

Ingin menghubungi kami untuk kerja sama?

Nama

Email *

Pesan *