Uji validitas adalah uji untuk menentukan apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan mampu mengukur apa yang ingin diukur. Ilustrasinya adalah bahwa timbangan valid untuk mengukur berat badan, tetapi tidak valid untuk mengukur tinggi badan. Demikian juga, meteran valid untuk mengukur panjang suatu benda, tetapi tidak valid untuk mengukur suhu suatu benda. Sepertinya sangat sepele, tetapi ini sering memusingkan banyak mahasiswa. Dalam artikel ini kita akan membahas tentang uji validitas saja, tidak terkait langsung dengan bahasan tentang uji reliabilitas, meskipun keduanya adalah dua uji yang harus dilakukan pada suatu rangkaian kuesioner.
Daftar Isi
- Pendahuluan
- Apa yang terjadi jika kuesioner tidak valid
- Metode pengujian validitas
- Validitas dan Reliabilitas
Pendahuluan
Dalam suatu penelitian (terutama kuantitatif) maka kita akan berhadapan dengan variabel. Variabel adalah sesuatu yang abstrak, berbeda dengan benda seperti mobil, meja, rumah dan lain-lain. Misalnya variabel motivasi kerja. Kita akan sulit untuk mengukur motivasi kerja seorang karyawan karena tidak ada alat ukur yang secara langsung menentukan seberapa motivasi kerja karyawan tersebut. Berbeda dengan meja, kita bisa dengan langsung mengukur tinggi, atau berat meja tersebut. Konsep kecepatan pun bisa kita ukur secara langsung. Tetapi motivasi kerja tidak demikian.
Kita harus mempunyai suatu set alat ukur yang mampu mengukur motivasi kerja (atau variabel yang lain). Di sinilah kita akan mencoba menyusun berbagai pertanyaan yang akan diberikan kepada karyawan (subjek penelitian) agar kita dapat mengukur tinggi rendahnya motivasi kerja karyawan tersebut. Kita tidak bisa secara sembarangan menentukan item atau indikator yang dijadikan pertanyaan. Harus ada teori yang lengkap atau dasar pertimbangan yang logis.
Sebagai ilustrasi, kita akan mengukur sosial ekonomi seseorang (ini hanya contoh saja, mohon jangan fokus ke contohnya). Maka kita bisa menggunakan pertanyaan berapa gajinya, berapa luas rumahnya, berapa banyak mobilnya (atau silahkan yang lain). Tetapi mungkin kurang cocok jika kita menggunakan pertanyaan tentang berapa jumlah anaknya. Ini hanya contoh saja.
Atau mungkin kita ingin mengukur tingkat kegantengan seseorang. Mungkin kita bisa menggunakan indikator apakah ceweknya cantik atau tidak, apakah sering main sinetron, atau kah seberapa sering menjadi bintang iklan, atau seberapa jumlah like yang diperoleh ketika memposting selfie di Instagram atau sosial media yang lain. Mungkin akan terjadi perdebatan, banyak kok, orang yang tidak ganteng tetapi main sinetron terus. Ini masuk akal. Atau banyak kok orang yang jelek tetapi sering mendapatkan tawaran iklan. Nah, di sinilah tinjauan teori sangat penting agar indikator yang dipergunakan tidak salah. Kalau indikator yang dipergunakan salah, maka kuesioner tersebut tidak valid atau tidak mampu mengukur apa yang ingin diukur. Ujungnya adalah hasil penelitian kita akan bias.
Mudah-mudahan sudah jelas. Lalu ada pertanyaan, lho, ganteng atau tidaknya kan bisa dilihat secara langsung, misalnya hidung mancung, kulit wajah mulus atau yang lain. Nah, memang benar. Jika kita membahas lebih lanjut, maka di Partial Least Square, kita akan mengenal indikator reflektif dan indikator formatif. Apa itu? Bayangkan indikator reflektif adalah akibat dari konsep yang kita bentuk atau kita ukur, misalnya wajah ganteng. Maka akibat ganteng adalah disukai mertua, sering main sinetron atau sering main iklan. Arah anak panah adalah dari konstruk menuju kepada indikatornya. Sedangkan indikator formatif adalah ciri-ciri atau yang menjadi penyebab dari konstruk, misalnya hidung mancung, kulit mulus, dagu lancip dan lain-lain. Indikator reflektif akan saling berkorelasi, sedangkan indikator formatif tidak berkorelasi satu sama lain. Coba bayangkan saja :)
Apa yang terjadi jika kuesioner tidak valid
Tentunya mudah kita jawab yaitu bahwa kuesioner tersebut tidak mampu mengukur apa yang ingin diukur. Hasil pengukuran dengan kuesioner tersebut bias, sehingga tidak layak dipergunakan sebagai sumber data. Banyak sekali yang tidak sadar melakukan hal ini dalam penelitiannya. Menggunakan rangkaian kuesioner yang sudah valid, lalu dipergunakan dan ketika diuji tidak valid lalu menjadi bingung.
Coba bayangkan, sebuah timbangan yang sangat valid dipergunakan untuk mengukur berat badan seseorang, apakah valid dipergunakan untuk menimbang bumbu dalam sebuah resep. Tentunya tidak. Ini juga yang sering kejadian dalam penelitian. Ketika ada kuesioner sudah valid dipergunakan untuk mengukur motivasi manajer pada suatu penelitian, belum tentu valid dipergunakan untuk mengukur motivasi kerja staf. MANAJER dan STAF tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda, harapan yang berbeda dan juga standar hidup yang berbeda. Jadi rangkaian kuesioner yang sudah valid pun perlu diuji lagi ketika ada peneliti yang menggunakan dalam konsep penelitian yang berbeda.
Lalu bagaimana menyusun rangkaian kuesioner yang tepat? Selalu gunakan teori yang ada. Jangan asal comot dari contoh kuesioner, tetapi tinjaulah terlebih dahulu apakah dasar teorinya sesuai dengan rancangan penelitian yang ada. Setelah itu uji validitas dan jika ada item yang tidak valid, bisa dikeluarkan dari model penelitian, lalu coba diuji lagi. Demikian seterusnya sampai tersisa item yang semuanya valid. Banyak peneliti yang menggunakan dua atau tiga indikator saja, sehingga ketika tidak valid jadi bingung karena jika dikeluarkan menjadi habis indikatornya. So..gunakan indikator yang cukup banyak sehingga kita bisa mengeliminir indikator yang tidak valid. Bagaimana jika terlanjur menggunakan indikator sedikit, ya tidak ada kata terlanjur, silahkan dikoreksi lagi. Waktunya tidak cukup kak....lha....artikel ini tentang uji validitas bukan artikel untuk konsultasi atau bimbingan seperti itu.
Metode pengujian validitas
Ada banyak uji validitas dan hampir semua telah dibahas di blog ini. Silahkan klik di navigasi di atas dan pilihlah metode yang diinginkan.
![]() |
Navigasi Uji Validitas |
Analisis faktor juga bisa dipergunakan sebagai uji validitas. Penggunaan dengan Excel masih agak kesulitan sehingga disarankan dengan SPSS saja. Uji validitas dalam Structural Equation Modeling bisa menggunakan loading factor atau jika indikator formatif bisa menggunakan T hitung.
Validitas dan Reliabilitas
Validitas sangat sering disandingkan dengan kata reliabilitas. Keduanya memang uji yang sering dipergunakan pada rangkaian kuesioner. Akan tetapi keduanya adalah hal yang berbeda dan tidak berkaitan secara langsung. Maksudnya, kuesioner yang sudah valid tidak serta merta pasti reliabel. Banyak kasus, rangkaian kuesioner yang sudah valid, ketika diuji ternyata tidak reliabel. Ini wajar saja, tidak usah bingung dan bertanya-tanya bisa terjadi. Silahkan dimodifikasi agar reliabel, misalnya mengeluarkan indikator yang menjadikan tidak reliabel. Setelah itu jangan lupa diuji lagi validitasnya, karena rangkaian kuesioner yang reliabel pun belum tentu valid. Jadi bolak-balik ya, jangan bosan.
Rangkaian kuesioner harus valid dan reliabel, tidak bisa salah satu saja ya. Dan setelah valid dan reliabel, juga jangan bingung kenapa hipotesis tidak diterima. Ini hal yang berbeda dan tidak ada keterkaitan secara langsung, dalam arti kuesioner yang valid pasti hipotesisnya diterima. Tidak ada ketentuan demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Baca dulu sebelum tulis komentar:
Sebelum menuliskan pertanyaan, mohon disimak tanya jawab yang ada terlebih dahulu. Pertanyaan yang sama atau senada biasanya tidak terjawab. Untuk pengguna Blogger mohon profil diaktifkan agar tidak menjadi dead link. Atau simak dulu di Mengapa Pertanyaan Saya Tidak Dijawab?
Simak juga Channel kami di Statistik TV
Komentar akan kami moderasi dulu sebelum ditampilkan. Aktifkan Akun Google Anda.
Terima kasih.