Tampilkan postingan dengan label Korelasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korelasi. Tampilkan semua postingan

Korelasi pada Statistik Parametrik

Korelasi adalah hubungan dan telah kita bahas secara rinci di sini. Korelasi berbeda dengan regresi dan perbedaannya telah kita uraikan di sini. Kali ini kita akan membahas tentang korelasi pada statistik parametrik. Korelasi pada parametrik ini digunakan pada data yang memenuhi asumsi normalitas, sedangkan jika tidak maka menggunakan korelasi non parametrik. Dalam artikel ini ada 3 kajian yaitu korelasi product moment, korelasi ganda dan korelasi parsial. Mari kita bahas satu persatu. Adapun contoh data yang dipergunakan dapat Anda download di G Drive. Pastikan Anda menggunakan akun G mail Anda untuk melakukan download.

1. Korelasi Product Moment

Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan atau korelasi antara dua variabel yang keduanya berskala interval atau rasio. Korelasi ini juga sering disebut dengan korelasi Pearson sesuai dengan ahli yang menemukannya yaitu Karl Pearson. Korelasi ini juga sering dipergunakan untuk uji validitas. Pilih Analyze, lalu pilih correlation lalu klik pada Bivariate seperti pada gambar di bawah ini:

Menu Korelasi Product Moment pada SPSS Versi 23
Maka akan diarahkan ke menu seperti pada gambar di bawah ini:

Menu Korelasi
Masukkan variabel X1, X2, X3 dan Y ke dalam box Variables lalu klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Output Korelasi
Pada baris paling atas, maka korelasi antara X1 dengan X1 adalah 1. Korelasi antara X1 dengan X2 adalah 0,767; antara X1 dengan X3 sebesar 0,789; antara X1 dengan Y sebesar 0,818. Kita dapat melihat bahwa pada baris kedua juga sama antara X2 dengan variabel yang lain. Jumlah sampel adalah N yaitu 125 sampel. Signifikansi dapat kita bandingkan dengan R Tabel tetapi bisa juga kita lihat signifikansinya di atas 0,05 atau di bawah 0,05 jika menggunakan taraf 95%.

2. Korelasi Ganda

Korelasi ganda (multiple correlation) adalah angka yang menunjukkan kuatnya hubungan atau korelasi antara dua atau lebih variabel secara simultan dengan satu buah variabel yang lain. Dalam contoh ini kita bisa menghitung korelasi ganda antara X1 dan X2 dengan Y, atau antara X1 dan X3 dengan Y, atau bisa juga antara X1, X2 dan X3 dengan Y. Bisa dua atau lebih variabel dengan satu variabel yang lain. Penting dicatat bahwa korelasi antara X1 dan X2 dengan Y BUKAN merupakan jumlah korelasi dari X1 dengan Y dan X2 dengan Y.

Untuk menghitung korelasi ganda, dalam contoh kita ambil 3 variabel yaitu X1, X2 dan X3 dengan Y kita gunakan menu regresi sebagai berikut:

Menu regresi untuk mencari korelasi ganda
Pilih Analyze, pilih Regression lalu klik pada Linear seperti pada gambar di atas. Maka akan diarahkan ke menu regresi. Masukkan Variabel Y ke box Dependent dan variabel yang lain ke Box Independents. Lalu klik Statistics pada bagian kanan atas:

Memasukkan Variabel
Maka kita akan masuk ke sub menu statistics. Berikan tanda centang seperti pada gambar di bawah ini:

Sub Menu Statistics
Setelah itu klik Continue lalu klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:

Output Korelasi Ganda
Nilai R sebesar 0,891 adalah korelasi ganda antara X1, X2 dan X3 secara serempak dengan Y. Nilainya bukan penjumlahan dari korelasi antara masing-masing variabel X1, X2 dan X3 dengan Y, tetapi nilainya memang lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi masing-masing. R Square merupakan kuadrat dari R yang juga sering disebut dengan koefisien determinasi yang lebih banyak dibahas di regresi.  


3. Korelasi Parsial

Korelasi parsial adalah untuk mengetahui korelasi antara dua atau lebih variabel dengan satu variabel tetapi dikontrol oleh variabel lain. Dalam contoh ini, kita bisa menghitung korelasi parsial antara X1 dengan Y dikontrol oleh dua variabel yang lain yaitu X2 dan X3. Variabe kontrol bisa lebih dari dua demikian juga variabel yang akan dihitung korelasi parsialnya juga bisa lebih dari satu. Korelasi parsial juga digunakan sebagai dasar untuk perhitungan gangguan multikolinearitas pada analisis regresi linear berganda.

Dalam contoh ini kita akan menghitung korelasi parsial antara X1 dengan Y dikontrol oleh X2 dan X3. Pilih Analyze, pilih Correlation, lalu klik pada Partial seperti pada gambar di bawah:

Menu Korelasi Parsial
Maka kita akan masuk ke Menu Korelasi parsial. Masukkan variabel X1 dan Y ke dalam box Variables dan variabel X2 dan X3 ke dalam box Controlling for seperti pada gambar di bawah:

Memasukkan variabel
Setelah itu klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:
Korelasi parsial X1 dengan Y dikontrol X2 dan X3

Nilai korelasi antara X1 dengan Y dengan dikontrol oleh X2 dan X3 adalah sebesar 0,364. Jika kita ingin mencari korelasi parsial X2 dengan Y dikontrol oleh X1 dan X3 maka diperoleh hasil sebesar:
Korelasi parsial X2 dengan Y dikontrol X1 dan X3
Tampak bahwa nilai korelasi parsial antara X2 dengan Y dikontrol X1 dan X3 adalah sebesar 0,384. Kita juga dapat mencari korelasi parsial antara X3 dengan Y dikontrol X1 dan X2 yaitu sebesar:
Korelasi X3 dengan Y dikontrol X1 dan X2
Ketiga nilai korelasi parsial di atas, sebenarnya bisa dihitung secara langsung dengan menu Regression, tanda centang pada part and collinearity diagnostic seperti yang telah dilakukan di atas.
Korelasi parsial pada analisis regresi

Hasil di atas sama persis dengan korelasi parsial yang telah dihitung sebelumnya. Nilai ini dapat dipergunakan untuk menguji gangguan multikolinearitas pada analisis regresi berganda. Tentu kita juga dapat menghitung korelasi parsial antara X1 dan X2 dengan Y dikontrol oleh variabl X3. Demikian juga dengan alternatif yang lain. Silahkan Anda hitung sendiri jika diperlukan.

Share:

Korelasi

Korelasi adalah hubungan. Lebih lengkapnya korelasi adalah angka yang menunjukkan arah hubungan tersebut dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih. Angka yang menunjukkan kuatnya hubungan juga sering disebut dengan koefisien korelasi. Secara lebih ringi, arah hubungan ada dua yaitu positif dan negatif. Hubungan antara dua variabel atau lebih dinyatakan positif, jika suatu variabel meningkat nilainya, maka variabel yang lain juga akan meningkat, atau jika satu variabel menurun nilainya, maka variabel yang lain juga akan menurun. Contoh korelasi positif adalah hubungan antara jam belajar dengan prestasi siswa. Semakin banyak jumlah jam belajar seorang siswa, maka prestasi atau nilai juga akan meningkat, atau semakin rendah atau sedikit jam belajar siswa, maka prestasi atau nilai juga akan rendah.

Korelasi dinyatakan negatif adalah jika satu variabel ditingkatkan, maka variabel yang lain akan turun, atau jika satu variabel nilainya turun, maka variabel yang lain akan meningkat. Contoh hubungan negatif misalnya harga produk dengan omset pembelian. Semakin tinggi harga suatu produk, maka akan semakin sedikit produk yang terjual, atau jika harga diturnkan menjadi rendah, maka tingkat penjualan akan meningkat.

Gambar kiri adalah hubungan positif dan gambar di kanan adalah hubungan negatif

Lebih lanjut, kuatnya hubungan dinyatakan dalam koefisien korelasi yang besarnya antara 0 sampai dengan 1. Karena ada hubungan negatif dan positif, maka nilainya juga bisa positif atau pun negatif, jadi antara -1 sampai dengan 1. Nilai 0 berarti tidak ada korelasi sama sekali antara dua variabel dan nilai 1 berarti ada korelasi yang sempurna antara dua variabel tersebut. Penting dicatat, bahwa nilai negatif bukan berarti nilai tersebut adalah rendah, tetapi arahnya yang berlawanan atau negatif. Jadi jika ada dua variabel mempunyai korelasi sebesar -0,9 kita dapat mengatakan bahwa koefisien korelasinya tinggi, bukan rendah karena nilai negatif (-) adalah arah bukan berarti kecil karena di bawah 0.

Untuk mencari koefisien korelasi antara dua variabel atau lebih telah tersedia banyak sekali metode statistik yang ada. Hal yang pertama adalah mengidentifikasikan sebagai parametris atau non parametris. Tentunya ini bukan hal yang asing, parametris jika memenuhi asumsi normalitas dan non parametrik jika tidak memenuhi asumsi normalitas. Jika asumsi normalitas terpenuhi maka metode korelasi yang bisa diterapkan adalah korelasi Pearson (Product Moment), korelasi ganda atau juga korelasi parsial. Metode-metode ini telah tersdia menunya di SPSS. Korelasi Pearson, sering dilambangkan dengan R, juga digunakan dalam uji validitas baik dengan R hitung maupun dengan corrected item to total correlation. Keduanya menggunakan korelasi Pearson. Nilai R juga sering digunakan dalam koefisien determinasi yang merupakan kuadrat dari nilai korelasi atau sering disebut juga dengan R Square. 

Untuk data yang tidak normal, atau salah satu variabel tidak normal maka menggunakan statistik non parametris. Analisis korelasi non parametris yang dapat dipergunakan adalah Korelasi Spearman, Korelasi Kendall, Koefisien Kontingensi (Chi Square). Korelasi Spearman Rho sering diadopsi dalam uji heteroskedastisitas. Demikian juga banyak aplikasi dalam Korelasi Kendall Tau dan tentu saja koefisien kontingensi Chi Square yang sangat populer dipergunakan. Salah satu aplikasi koefisien kontingensi adalah untuk menentukan efikasi atau tingkat efektivitas vaksin Covid-19 yang sering dimuat di beberapa artikel media nasional. 

Beberapa pertanyaan yang sering terkait dengan korelasi adalah sebagai berikut:

1. Apakah bedanya korelasi dengan regresi?

Korelasi dan regresi memang berbeda. Untuk lebih jelasnya silahkan simak di artikel di sini.


2. Bagaimana menentukan korelasi termasuk tinggi atau rendah?

Banyak sekali para ahli yang memberikan justifikasi tinggi atau rendahnya suatu korelasi. Misalnya 0,2 termasuk rendah, 0,9 adalah tinggi dan lain-lain. Akan tetapi sebenarnya yang menentukan tinggi rendahnya suatu korelasi adalah bidang kajian ilmu masing-masing. Secara empiris masing-masing bidang ilmu telah mempunyai kisaran tinggi rendahnya suatu korelasi. Rentang atau range yang ada di buku statistik adalah guidance saja, bukan harga mutlak.


3. Bolehkah menggunakan penelitian dengan korelasi dan regresi?

Tidak ada yang melarang dan juga tidak ada yang menyuruh. Terpenting adalah peneliti paham apa itu regresi atau korelasi. Untuk menggunakan metode yang mana, tentunya ini berkaitan dengan telaah teori yang ada. Silahkan simak jurnal yang ada, lalu adopsilah, apakah menggunakan regresi, atau korelasi atau dua-duanya. 


Jika masih ada pertanyaan lain, silahkan tulis di kolom komentar secara elegan. Bagi pengguna blogspot, sama dengan blog ini, mohon diaktifkan profilnya agar tidak menjadi dead link.

Share:

Uji Validitas SPSS pada Skala Guttman

Ada banyak pertanyaan di kolom komentar yang menanyakan apakah kuesioner dengan Skala Guttman bisa diuji validitas dengan Korelasi Pearson? Atau ada juga yang senada yang menanyakan jika menggunakan Skala Guttman uji validitas apa yang bisa dipergunakan. Sebenarnya di kolom komentar tersebut sudah ada jawaban dari kami, tapi kadang terlewatkan sehingga muncul pertanyaan yang serupa.

Pertama adalah definisi Skala Guttman. Secara ringkas Skala Guttman adalah skala pada kuesioner yang menggunakan jawaban 0 dan 1. Ringkas dan tegas. Jika iya di koding 1 dan jika tidak di koding 0. Ini respons, kita tidak bisa menyatakan bahwa 1 > 0. Ada juga yang mengatakan dummy. Apakah kuesioner seperti ini bisa diuji validitasnya dengan Korelasi Pearson atau Product Moment? Iya bisa. Banyak ahli yang menyatakan bisa. Lakukan seperti biasa saja, mengkorelasikan item tersebut dengan skor totalnya. Berikut kita berikan simulasinya dengan data yang bisa Anda download di sini dengan G Drive.

Simulasi ini menggunakan 7 indikator dan kolom paling kanan adalah jumlah skor dari ketujuh indikator tersebut.

Menu Uji Validitas dengan Korelasi Pearson

Pilih Analyze, pilih Correlate lalu klik pada Bivariate seperti pada gambar di atas. Maka kita akan diarahkan ke menu korelasi. Masukkan ketujuh indikator beserta dengan jumlahnya ke dalam Box Variables. Ingat jangan lupa memasukkan jumlah skor indikator, karena konsepnya adalah mencari korelasi antara masing-masing indikator dengan skor totalnya.
Memasukkan Masing-masing Indikator dan Skor Total

Setelah itu Klik OK sehingga akan keluar output sebagai berikut:
Output Uji Validitas SPSS dengan Skala Guttman

Pada output di atas, sebenarnya yang dipergunakan hanya kolom paling kanan, yatu korelasi antara indikator dengan skor totalnya. Output yang lain tidak dipergunakan sebagai justifikasi. Kita bisa menghilangkan kolom yang lain atau meng-Hide-nya sehingga akan muncul output yang lebih sederhana yaitu sebagai berikut:
Output Uji Validitas dengan Korelasi Pearson

Tampak bahwa semua indikator adalah signifikan dengan signifikansi < 0,05 kecuali indikator X1 dengan signifikansi sebesar 0,733 > 0,05. Indikator X1 tidak valid. Lalu apa yang kita lakukan? Langkah yang paling sederhana adalah mengeluarkan indikator tersebut. Anda tinggal mengeluarkan atau tidak menggunakan indikator X1 dalam perhitungan selanjutnya. Ingat jumlahnya juga akan berubah karena X1 tidak dipergunakan lagi. Setelah itu silahkan lakukan uji validitas lagi seperti awal. Lihat hasilnya, jika sudah valid semua berarti sudah selesai. Tetapi jika masih ada yang tidak valid yang dikeluarkan saja dengan cara yang sama, sampai semuanya valid. Simulasi cara mengatasi angket yang tidak valid ada di sini.

Untuk selanjutnya, untuk uji reliabilitas, banyak ahli yang menyatakan bahwa Skala Guttman tidak bisa menggunakan Alpha Cronbach. Tapi jangan khawatir, karena masih banyak uji yang lain, salah satunya adalah dengan Split Half. Kita sudah buat simulasinya uji reliabilitas Split-Half di sini.

Untuk uji reliabilitas, indikator X1 dipergunakan atau tidak? Tentunya jawabannya sederhana, tidak. Mengapa harus dipertanyakan. Buat apa susah-susah mencari yang tidak valid, mengeluarkannya dari model penelitian, kok lalu dimasukkan lagi diuji berikutnya. Hal serupa juga berlaku untuk uji yang lain, misalnya trimming data untuk uji asumsi klasik. Setelah model ditransformasikan, lalu model yang dipergunakan yang mana? Yang awal atau yang ditransformasikan?Tentu model yang terbaik
Share:

Apakah R Tabel?

R Tabel adalah nilai R atau nilai Koefisien Korelasi yang terdapat pada Tabel R. Nilai ini sebenarnya adalah Koefisien Korelasi Pearson yang besarnya mencerminkan hubungan antara dua variabel. Nilai ini berkisar antara 0 sd 1 dan bisa bernilai positif atau pun negatif. Nilai positif berarti hubungan kedua variabel itu adalah positif (searah) dan nilai negatif berarti hubungan antara dua variabel tersebut adalah berlawanan.

R Tabel juga sering dipergunakan sebagai acuan untuk melakukan uji validitas. Konsep sederhananya adalah bahwa suatu indikator harus mempunyai korelasi dengan skor total dari indikator-indikator dalam suatu konstruk. Oleh karena itu digunakan koefisien korelasi Pearson, atau dibandingkan dengan nilai R yang terdapat pada Tabel.

Tabel R

Gambar di atas adalah Screen Shot Tabel R dari df 1 sd 30 saja. (df = degree of freedom atau derajad kebebasan/dk). Untuk tabel yang lengkap, Anda dapat menemukannya di buku-buku statistik yang Anda punyai. Bisa sampai dengan df 100 atau bahkan lebih. Akan tetapi, jika Anda ingin membuat sendiri, kami sudah membuatkan cara membuat Tabel R dengan Microsoft Excel. Itu hanya simulasi, Anda juga bisa membuat dengan alat bantu atau program yang lain.

Jika Anda ingin mengetahui secara rinci tentang cara membaca nilai R pada Tabel, silahkan klik di sini. Point pentingnya adalah dengan mencermati nilai df atau dk. Tetapi memang akhir-akhir ini, dengan berkembangnya alat bantu program statistik, banyak peneliti yang cenderung melihat nilai Signifikansi dibandingkan dengan nilai R yang terdapat pada Tabel. Ini dikarenakan program biasanya sudah memberikan nilai Signifikansi sehingga memudahkan pengguna untuk melihat signifikansinya.

Share:

Cara Membuat Tabel R dengan Microsoft Excel

Pendahuluan

Nilai R Tabel adalah nilai yang ada pada Tabel R yang biasa dipergunakan untuk uji korelasi. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai R yang diperoleh dari persamaan Korelasi Pearson. Jika R hasil hitung > R tabel maka dinyatakan mempunyai korelasi yang signifikan atau valid jika diaplikasikan dalam uji validitas. 

Tabel R bisa didapatkan di buku-buku statistik yang Anda punyai. Akan tetapi jika menghendaki, Anda dapat menghitungnya atau membuat Tabel R sendiri dengan menggunakan Microsoft Excel atau pun juga dengan SPSS. Beberapa artikel di blog ini telah memberikan cara untuk membuat Tabel T, Tabel F atau pun Tabel Chi Square. Berikut akan kita bahas bersama tentang bagaimana cara membuat Tabel R dengan menggunakan Microsoft Excel.

Membuat Tabel R

Untuk nilai T, F ataupun Chi Square bisa dihitung langsung dengan menu yang telah tersedia di Microsoft Excel. Tetapi untuk nilai T belum ada. Oleh karena itu kita menggunakan rumus yang menghubungkan antara t dengan R yaitu:

Rumus tersebut dapat di masukkan secara manual ke dalam Excel. Sangat disarankan untuk mempelajari pembuatan Tabel T dengan Microsoft Excel sebelum masuk ke pembuatan Tabel R dengan Microsoft Excel. 

Rumus r dengan t

Dengan menggunakan Tabel t yang telah ada, gunakan rumus seperti gambar di atas. Formulanya adalah: =B5/SQRT(A5+B5^2)

Untuk signifikansi 0,05 diperoleh nilai R hitung sebesar 0,997 sama dengan yang ada di Tabel di buku statistik Anda. Tinggal di Copy ke bawah untuk df yang lain sehingga akan diperoleh tabel seperti di atas. Contoh hanya 20 saja, tetapi Anda bisa membuat untuk nilai berapapun sesuai dengan kapasitas Microsoft Excel.

Membuat Tabel R Lebih Ringkas

Cara di atas memang benar, tetapi mungkin ada pertanyaan, bisa gak kalau langsung saja. Tentu bisa karena itu sebenarnya sama saja. Rumus untuk di atas kita replace saja dengan rumus untuk mencari nilai T Tabel. Singkatnya variabel t pada rumus kita ganti dengan TINV, yaitu formula untuk mencari nilai T Tabel. Hasilnya juga akan sama persis yaitu sebagai berikut:

Rumus Mencari Nilai R Tabel Langsung
Tampak pada gambar bahwa kita tidak perlu menghitung nilai T Tabel terlebih dahulu. Formulanya menjadi: =TINV($G$4;F5)/SQRT(F5+(TINV($G$4;F5)^2))

Sebenarnya sama, hanya B5 yang merupakan cell dengan nilai T tabel diganti dengan formula untuk mencari Nilai T Tabel. Kalau masih repot, ya sebenarnya bisa Anda hide saja nilai T Tabel :)


Jika menginginkan file Excel, silahkan download di GDrive dengan akun Anda.

Artikel Terkait

  1. Cara Membuat Tabel T dengan Microsoft Excel
  2. Cara Membaca Nilai R Tabel
  3. Membuat Tabel F dengan Microsoft Excel
  4. Membuat Tabel Chi Square dengan Microsoft Excel

Share:

Uji Validitas Corrected Item to Total Correlation dengan Microsoft Excel

Uji validitas adalah untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan mampu mengukur apa yang ingin diukur oleh peneliti. Sebagai contoh, sebuah timbangan tentunya tidak valid untuk mengukur tinggi badan seseorang. Ketika seorang peneliti ingin mengukur motivasi seorang karyawan, maka memang tidak alat ukur yang dapat dikenakan kepada subjek yang diteliti. Peneliti akan menggunakan rangkaian pertanyaan atau kuesioner yang diberikan kepada subjek, baik secara lisan maupun tertulis.

Berbagai uji validitas telah kita bahas di blog ini, baik uji validitas dengan Korelasi Pearson, Corrected Item to Total Correlation, maupun dengan Analisis Faktor. Artikel kami ini akan berisi tentang Uji validitas dengan Corrected Item to Total Correlation, tetapi menggunakan Microsoft Excel. 

Contoh Tabulasi Data Hasil Kuesioner
Konsepnya adalah bahwa pengukuran dengan Pearson akan mengakibatkan Spurious overlap, yaitu pengukuran yang double dalam satu indikator. Validitas Indikator X1 diukur dengan mengkorelasikan indikator X1 tersebut dengan jumlah dari semua indikator, atau X1 + X2 + X3 + X4 sehingga X1 akan diukur dua kali. Semakin tinggi skor X1 cenderung memberikan hasil pengukuran yang tinggi pula. Oleh karena itu koreksinya juga sederhana yaitu mengeluarkan indikator X1 dari skor total. Jadi validitas X1 diukur dengan mengkorelasikan indikator X1 dengan Skor total yang telah dikurangi X1.

Mencari Skor Koreksi = Skor total dikurangi indikator
Langkah pertama mencari nilai koreksi yaitu mengurangkan skor total (kolom F) dengan indikatornya atau bisa dihitung dengan F7-B7 untuk indikator X1, F7-X7 untuk indikator X2 dan seterusnya. Tinggal dicopy ke bawah sehingga seperti tampak pada gambar di atas. 

Setelah itu tinggal dikorelasikan antara X1 dengan skor koreksi dengan Pearson.

Mencari Korelasi Pearson dengan Formula Pearson
Tampak bahwa nilainya adalah sebesar 0,059 atau sangat rendah atau tidak valid. Formulanya adalah =PEARSON(B7:B36;G7:G36) untuk X1

Bandingkan dengan nilai Validitas dengan Pearson tanpa koreksi.

Perbandingan Uji Validitas Pearson dengan Corrected
Tanpa bahwa selisihnya sangat besar dari valid menjadi tidak valid. Bisa Anda pertimbangkan untuk mempergunakan Corrected Item to Total Correlation dalam uji validitas Anda.

Share:

Uji Validitas dengan Korelasi Pearson Menggunakan Microsoft Excel

Uji validitas dan reliabilitas dipergunakan untuk melihat apakah suatu rangkaian kuesioner yang akan dipergunakan layak atau tidak dipergunakan sebagai alat untuk mengukur variabel yang ingin diukur. Jika tidak lolos uji validitas dan reliabilitas, maka rangkain kuesioner tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur variabel yang akan diukur.

Salah satu metode uji validitas yang sangat populer adalah dengan Korelasi Pearsong atau seirng juga disebut dengan Produtc Moment. Kita bisa menggunakan alat bantu seperti Program SPSS, tetapi sebenarnya bisa juga menggunakan Microsoft Excel. Berikut adalah simulasi untuk menguji validitas suatu kuesioer dengan Excel.

Gambar 1 Contoh Data Kuesioner


Gambar di atas adalah contoh kuesioner dengan 4 indikator (X1, X2, X3 dan X4) dengan 20 responden. Ini hanya contoh agar bisa masuk dalam satu screen shot. Sangat disarankan untuk menggunakan lebih dari 20 responde untuk penelitian yang sebenarnya..

Langkah pertama adalah menjumlahkan skor dari masing-masing responden, dan ditampilkan pada kolom yang paling kanan. Silahkan gunakan menu SUM untuk mencari jumlah. Di contoh menggunakan formula =SUM(B6:E6) untuk responden nomor 1 dan hasilnya adalah 17. 

Setelah itu pada Cell B27 kita masukkan rumus untuk mencari korelasi Pearson. Silahkan simak di sini untuk menyimak tentang Korelasi Pearson dengan Excel. Formulanya adalah:

=PEARSON(B6:B25;$F$6:$F$25)

Berarti mencari korelasi antara urutan data dari Cell B6 sampai dengan B25 (X1) dengan urutan data dari Cell F6 sampai dengan F25 (Jumlah). Tanda $ yang mengapit F adalah untuk menjaga agar jika di copas tidak ikut bergeser. Untuk Cell B tidak perlu karena memang akan bergeser ke C, D dan seterusnya. 

Gambar 2 Contoh Korelasi Pearson X1 dengan Jumlah


Haslinya adalah 0,410 yang merupakan R atau korelasi Pearson antara X1 dengan Skor totalnya. Nilai ini tinggal dibandingkan dengan nilai R tabel pada signifikansi 5%. Klik di sini untuk artikel tentang cara melihat nilai R pada tabel. Hasilnya adalah 0,444. Tampak bahwa R hitung < R tabel atau 0,410 < 0,444 yang berarti tidak valid. Indikator X1 dinyatakan tidak valid.

Anda bisa mengcopas formula pada Cell B27 tersebut ke Cell C27 sampai dengan F27 sehingga diperoleh nilai validitas untuk semua butir indikator. 

Gambar 3 Nilai R untuk semua Indikator

Tampak bahwa yang valid hanya indikator X4 saja dengan R sebesar 0,446. Jika dilakukan dengan SPSS, maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Gambar 4 Output dengan SPSS

Tampak bahwa hasilnya adalah identik. Dari output SPSS maka yang valid adalah indikator X4 karena mempunyai signifikansi sebesar 0,049 < 0,05.

Salah satu keunikan dengan Microsoft Excel adalah kita dapat mengedit dengan mudah nilai R. Sebagai contoh, ketika kita salah input untuk jawaban responden 1 untuk indikator X1 yaitu 4 pada yang benar adalah 5, kita tinggal mengganti saja, dan R otomatis akan berubah sendiri. Berbeda dengan SPSS karena kita harus melakuan running ulang setelah ada perubahan data. Jadi lebih enak kan :)

Share:

Cara Mencari Korelasi Pearson dengan Microsoft Excel

Excel adalah program dari Microsoft yang khusus untuk mengolah data atau spreadsheed.  Meskipun mungkin terbatas,  tetapi sebenarnya Excel termasuk powerfull untuk melakukan berbagai analisis statistik. Analisis regresi berganda pun sebenarnya sudah diakomodir oleh Excel. Apalagi jika kita menginstall Add-ins-nya, maka akan lebih komplet lagi, Solver misalnya.

Kali ini kita akan membahas cara menghitung korelasi Pearson antara dua variabel dengan Excel. Berikut ada dua variabel X1 dengan X2 yang masing-masing terdiri dari 20 data. O ya, dianggap saja kedua variabel tersebut sudah normal ya :)

Gambar 1 Contoh 2 Variabel
Gambar 1 Contoh 2 Variabel

Letakkan kursor di tempat yang kosong, misalnya Cell D7 seperti pada gambar di atas.Cell itu nantinya akan memuat nilai R hitung. Klik pada Formula di kiri atas, lalu pilih More Function seperti pada gambar di bawah:

Gambar 2 Menu Formula pada Excel
Gambar 2 Menu Formula pada Excel

Jika benar, maka akan diarahkan ke Sub Box menu Insert Function. Pilih All pada Or select a category, lalu pada Select a function pilihlah PEARSON seperti pada gambar di bawah:

Gambar 3 Menu Insert Function
Gambar 3 Menu Insert Function
Lalu klik OK sehingga akan diarahkan ke box lagi yang berisi formula Pearson. Pada Array 1 masukkan B7:B26 yang berarti data variabel X1 antara Cell B7 sampai dengan Cell B26. Anda bisa mengetikkan langsung atau bisa juga menggunakan mouse. Lakukan hal yang sama untuk Array 2 yaitu C7:C26 untuk Variabel X2 seperti pada gambar di bawah:

Gambar 4 Memasukkan Variabel X1 dan X2
Gambar 4 Memasukkan Variabel X1 dan X2

Setelah itu klik OK sehingga nilai Pearson akan muncul di Cell D7 seperti yang telah kita persiapkan yaitu sebesar 0,341. Anda bisa set nilai berapapun angka di belakang koma. Nilai Pearson tersebut tinggal dibandingkan dengan nilai R yang terdapat pada Tabel, apakah signifikan atau tidak.

Kelebihan yang cukup unik dengan Excel adalah ketika kita mengubah data pada variabel X1 atau pun X2, maka nilai Pearson juga akan langsung berubah. Ini berbeda dengan SPSS, di mana ada perubahan data, maka kita harus Run ulang untuk memperoleh nilai Pearson. Dengan keunikan ini, maka Excel lebih familier digunakan oleh para analisis data, terutama untuk melakukan modifikasi data.

Share:

Cara Membaca Nilai R Tabel

Koefisien korelasi (R) adalah nilai antara 0 sd 1 yang mencerminkan kuat (atau rendahnya) suatu hubungan antara dua variabel.  Ada banyak metode penghitungan korelasi antara dua variabel, dan salah satu yang sering dipergunakan untuk data parametris adalah Korelasi Pearson atau juga sering disebut Product Moment. Untuk Non parameteris, juga dikenal Korelasi Spearman atau juga Korelasi Kendall. Berikut adalah contoh output Korelasi Pearson dengan SPSS Versi 23:

Output Korelasi Pearson dengan SPSS Versi 23
Output Korelasi Pearson dengan SPSS Versi 23
Gambar di atas menunjukkan bahwa koefisien korelasi PO1 dengan PO2 adalah sebesar 0,652. Untuk menentukan apakah korelasi ini signifikan atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan nilai R yang terdapat pada Tabel. Berikut adalah contoh Tabel R
Contoh Tabel R
Contoh Tabel R

Tabel di atas hanya untuk df 30 saja, tetapi sebenarnya sampai 50 atau bahkan 100. Kolom paling kiri adalah df, yang dihitung dengan N - 2 = 30 - 2 = 28 Di mana N adalah jumlah sampel dan 2 adalah dua arah. Jadi nilai R tabel diambil pada df 28 dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5% yaitu sebagai berikut:
Mencari Nilai R Tabel
Mencari Nilai R Tabel

Tampak bahwa nilainya adalah sebesar 0,3610. Jadi tinggal dibandingkan antara nilai tabel dengan hasil hitung atau 0,652 > 0,3610 yang berarti berarti bahwa mempunyai korelasi yang signifikan. Hasil itu juga didukung dengan nilai Signifikansi pada Output SPSS yang berada di bawah 0,05. 
Share:

Regresi dan Korelasi

Regresi dan Sebab Akibat


Meskipun analisis regresi berkaitan dengan ketergantungan dari suatu variabel kepada variabel lain, tidak berarti bahwa hal itu merupakan hubungan sebab akibat (causation). Kendal dan Stuart (M. G. Kendall and A. Stuart, The Advanced Theory of Statistics, Charles Griffin Publishers, New York, 1961, vol. 2, chap. 26, p. 279) mengatakan bahwa ‘Sebuah hubungan statistik, meskipun kuat dan sugestive, akan tetapi tidak pernah dapat membentuk suatu hubungan sebab akibat, karena hubungan sebab akibat berasal dari teori atau sumber lain.
Simulasi Korelasi Positif dan Negatif
Simulasi Korelasi Positif dan Negatif
Dalam contoh hasil panen, tidak ada alasan statistik yang mengatakan bahwa hujan tidak tergantung pada hasil panen. Faktanya adalah bahwa hasil panen merupakan variabel yang tergantung pada curah hujan yang bukan merupakan hasil dari analisis statistik. Kita tidak dapat mengontrol curah hujan dengan memberikan variasi pada hasil panen.

Jadi sebuah hubungan statistik tidak dapat dilogika sebagai hubungan sebab akibat. Untuk menggambarkan hubungan sebab akibat (kausalitas), kita harus menggunakan teori terlebih dahulu. Atau contoh lain yaitu bahwa kita mengatakan pengeluaran tergantung dari pendapatan adalah berdasarkan teori ekonomi (bukan pertimbangan statistik). Akan tetapi, analisis regresi juga berdasarkan asumsi bahwa model yang digunakan dalam analisis adalah sebuah model yang benar. Oleh karena itu, arah hubungan sebab akibat tersirat secara implisit dalam bentuk model yang dipostulatkan (postulat: pernyataan yang dianggap benar, sampai ada bukti yang menyatakan bahwa pernyataan itu salah atau aksioma).

Regresi dan Korelasi

Pernyataan yang sering kita dengan adalah bahwa regresi dimengerti dengan kata kunci pengaruh, dan korelasi dimengerti dengan kata kunci hubungan. Pengertian sederhana itu tidaklah salah, akan tetapi, tidak ada salahnya juga kita memahami secara lebih lanjut tentang regresi dan korelasi.

Analisis korelasi berkaitan erat dengan regresi, tetapi secara konsep berbeda dengan analisis regresi. Analisis korelasi adalah mengukur suatu tingkat atau kekuatan hubungan linear antara dua variabel. Koefisien korelasi adalah mengukur kekuatan hubungan linear. Sebagai contoh, kita tertarik untuk menemukan korelasi antara merokok dengan penyakit kanker, berdasarkan penjelasan statistik dan matematika, pada anak sekolah dan mahasiswa (dan seterusnya). Dalam analisis regresi, kita tidak menggunakan pengukuran tersebut. Analisis regresi mencoba untuk mengestimasi atau memprediksikan nilai rata-rata suatu variabel yang sudah diketahui nilainya, berdasarkan suatu variabel lain yang juga sudah diketahui nilainya. Misalnya, kita ingin mengetahui apakah kita dapat memprediksikan nilai rata-rata ujian statistik berdasarkan nilai hasil ujian matematika.

Regresi dan korelasi mempunyai perbedaan mendasar. Dalam analisis regresi terdapat asimetri pada variabel tergantung dan terkait yang akan dianalisis. Variabel terikat diasumsikan random atau stokastik, sehingga mempunyai distribusi probabilitas. Variabel penjelas (variabel bebas) diasumsikan mempunyai nilai yang tertentu (dalam sampel tertentu). Sebenarnya sangat dimungkinkan bahwa variabel bebas juga stokastik secara intrinsik, akan tetapi untuk kegunaan analisis regresi, maka kita asumsikan bahwa nilai variabel bebas adalah tertentu (fixed). Nilai-nilai pada variabel bebas adalah sama pada berbagai sampel sehingga tidak random atau tidak stokastik.

Dalam analisis korelasi, kita menggunakan dua variabel yang simetris, sehingga tidak ada perbedaan antara variabel terikat dengan variabel penjelas. Korelasi antara nilai ujian matematika dan ujian statistik (dalam contoh di atas) adalah sama dengan korelasi antara ujian statistik dan ujian matematika. Lebih lanjut, dua variabel tersebut diasumsikan random. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa kebanyakan teori korelasi berdasarkan pada asumsi variabel random, di mana kebanyakan teori regresi berdasarkan pada asumsi variabel tergantung stokastik dan variabel bebas adalah tertentu atau non stokastik. Meskipun demikian, dalam analisis yang lebih mendalam, kita dapat mempertimbangkan kembali asumsi bahwa variabel penjelas merupakan non stokastik.

(Gujarati, 2004:22-24)
Share:

Statistik dan Hubungan Deterministik

Analisis Regresi berkenaan dengan apa yang kita sebut statistik, bukan sebagai hubungan fungsional atau deterministik, saling ketergantungan antara variabel seperti dalam ilmu fisika. Hubungan statisik antara variabel adalah bersifat random atau stokastik, sehingga hanya merupakan distribusi probabilitas. Pada sisi lain, hubungan deterministik tidak bersifat random atau stokastik.
Statistik dan Hubungan Deterministik
Statistik dan Hubungan Deterministik
Temperatur, curah hujan, cahaya matahari dan pemupukan secara statistik adalah penting dan merupakan variabel penting yang dapat menjelaskan hasil panen. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat menentukan secara eksak hasil panen karena terkait dengan error pengukuran pada variabel-variabel tersebut yang secara keseluruhan akan berpengaruh, meskipun akan sulit untuk mengidentifikasikan secara individual. Oleh karena itu, terdapat variabel intrinsik atau random pada hasil panen yang tidak dapat dijelaskan secara penuh, tidak tergantung dari berapa jumlah variabel yang akan digunakan untuk memprediksikan. Ini yang sering kita sebut dengan istilah koefisien determinasi pada regresi linear.

Dalam fenomena deterministik, kita dapat menentukan secara pasti hubungan antara variabel. Sebagai contoh, Hukum gravitasi Newton menyatakan bahwa ‘Setiap partikel dalam semesta menarik setiap partikel lain dengan gaya yang sebanding dengan masanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua partikel tersebut'. Sering ditulis dengan:
Persamaan Gravitas Newton
Persamaan Gravitas Newton
di mana F adalah gaya, m1 dan m2 adalah masa dari dua partikel, r adalah jarak dan G  adalah konstanta.
(Gujarati, 2004:22-23)
Share:

Artikel Terbaru

Translate

Instagram

Instagram
Gabung Instagram Kami

Artikel Terbaru

Jual Data Laporan Keuangan Perusahaan yang Listing di BEI Tahun 2020

Setiap perusahaan yang telah go public wajib untuk menyerahkan laporan keuangan ke badan otoritas, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawa...

Artikel Populer Seminggu Terakhir

Komentar Terbaru

`

Ingin menghubungi kami untuk kerja sama?

Nama

Email *

Pesan *