Justifikasi Penerimaan Hipotesis

Biasanya pada naskah skripsi atau tesis yang menggunakan analisis linear regresi berganda akan mempunyai hipotesis parsial (diuji dengan uji t) dan hipotesis simultan (diuji dengan uji F). Perumusan hipotesis parsial didasari oleh dasar teori yang kuat dan dapat dengan mudah dilakukan oleh mahasiswa dengan bantuan dosen, karena dosen memang sangat menguasai tentang hal itu. Akan tetapi, sebenarnya uji F adalah untuk melihat kelayakan modal saja. Jika uji F tidak signifikan, maka tidak disarankan untuk melakukan uji t atau uji parsial.

Penentuan penerimaan hipotesis dengan uji t dapat dilakukan berdasarkan tabel t. Nilai t hitung hasil regresi dibandingkan dengan nilai t pada tabel. Jika t hitung > t tabel maka berarti terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial. Hal tersebut juga berlaku untuk F hitung. Cara melihat nilai t tabel dan F tabel sudah banyak dibahas pada berbagai buku statistik. Misalnya untuk jumlah sampel 100 maka nilai t tabel untuk signifikansi 5% adalah dengan melihat nilai t dengan degree of freedom sebesar N – 2 = 100 – 2 = 98 untuk hipotesis dua arah. Nilai t dilihat pada kolom signifikansi : 2 = 5% : 2 = 0,025. Jika pengujian satu arah, maka df adalah 100 – 1 = 99 dan dilihat pada kolom 5%.

penerimaan hipotesis harus menggunakan dasar teori yang kuat
Justifikasi Penerimaan Hipotesis

Untuk uji F, maka df dihitung dengan N – k – 1 dengan k adalah jumlah variabel bebas. Anda jangan bertanya, bagaimana kalau uji satu arah dan dua arah pada uji F. Uji F tidak mengenal arah, jadi ya pasti satu arah. Logika uji dua arah, adalah terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dan uji satu arah adalah terdapat pengaruh negatif/positif antara variabel bebas antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Lha kalau uji F kan uji simultan, jadi bagaimana menentukan arah positif atau negatif.

Share:

Wawancara

Metode pengumpulan data dengan wawancara lebih banyak dilakukan pada penelitian kualitatif dari pada penelitian kuantitatif. Kelebihan metode wawancara adalah peneliti bisa menggali informasi tentang topik penelitian secara mendalam, bahkan bisa mengungkap hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh peneliti itu sendiri. Akan tetapi, metode wawancara memerlukan kecakapan peneliti yang lebih dari pada pengumpulan data dengan metode yang lain. Pada penelitian kuantitatif, metode wawancara digunakan untuk melengkapi atau mendukung hasil penelitian, di mana penelitian kuantitatif lebih menekankan pengumpulan data dengan menggunakan metode kuesioner, observasi atau dokumentasi.
Kelebihan metode wawancara adalah peneliti bisa menggali informasi tentang topik penelitian secara mendalam, bahkan bisa mengungkap hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh peneliti itu sendiri
Gambar Simulasi Wawancara
Terdapat metode wawancara secara terbuka, yaitu di mana peneliti tidak menggunakan guidance tertentu dalam melakukan wawancara. Jenis ini sering disebut dengan metode tidak terstruktur. Peneliti menanyakan topik awal pada responden, lalu menggali secara mendalam informasi yang ada pada responden tanpa terlalu terikat dengan topik penelitian. Metode ini sering digunakan untuk menentukan judul penelitian, atau pada penelitian kualitatif, di mana peneliti merupakan bagian dari penelitian itu sendiri. Dibutuhkan skill yang tinggi untuk melaksanakan wawancara tidak terstruktur.

Jenis kedua adalah metode semi terstruktur, di mana peneliti mempunyai guidance tentang item apa saja yang akan ditanyakan. Topik yang digali tetap bisa berkembang, akan tetapi peneliti tetap harus memfokuskan pada item yang telah ditentukan sebelumnya.

Jenis ketiga adalah metode terstruktur. Metode ini bisa saja merupakan metode kuesioner, di mana responden mempunyai keterbatasan sehingga tidak mampu melakukan pengisian kuesioner sendiri. Peneliti tinggal menanyakan apa yang ada pada naskah yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tidak ada pengembangan informasi yang lebih mendalam pada metode wawancara terstruktur.

Metode mana yang akan dipilih tergantung dari tujuan anda melakukan wawancara. Hal yang penting harus dilakukan sebelum melakukan wawancara adalah mempersiapkan item apa saja yang akan ditanyakan. Anda akan menggali secara mendalam informasi dari responden tanpa terikat dengan tujuan penelitian anda, atau anda akan membatasi topik wawancara hanya sebatas tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tahapan yang dapat digunakan dalam wawancara adalah:
1. Tentukan jenis wawancara yang akan digunakan. Kalau penelitian kualitatif, sebaiknya gunakan wawancara tidak terstruktur untuk pewawancara yang sudah berpengalaman, atau semi terstruktur untuk pewawancara yang belum berpengalaman.

2. Rencanakan item pertanyaan dengan baik sehingga pelaksanaan akan lebih efisien. Pewawancara harus mengerti tentang topik penelitian dan informasi apa saja yang akan diungkap dari responden.

3. Bagi pewawancara yang belum berpengalaman, tidak ada salahnya untuk melakukan latihan, atau simulasi terlebih dahulu. Bisa juga dengan mengikuti proses wawancara yang dilakukan oleh rekan yang lebih senior.

4. Gunakan sarana semaksimal mungkin sehingga informasi yang ada tidak terlewatkan. Buatlah panduan dengan checklist (seperti metode dokumentasi) atau gunakan alat perekam audio atau video.

5.  Aturlah waktu dengan baik agar pelaksanaan wawancara dapat berjalan dengan efektif dan jika perlu dapat dilakukan tatap muka lebih dari satu kali sesuai dengan keperluan penelitian.
Share:

Penanggulangan Multikolinearitas dengan First Difference Delta

Penanggulanan gangguan multikolinearitas secara lengkap (tetapi singkat) telah dibahas pada naskah sebelumnya. Dari enam langkah tersebut (sebenarnya ada lebih dari 6 langkah) mungkin hanya ada satu langkah yang akan paling enak digunakan. Mengapa? Karena langkah yang lain berkaitan dengan penambahan sampel, atau pengubahan model penelitian. Hal tersebut akan terbatas sekali dilakukan karena berarti juga akan mengubah tinjauan teoretis yang telah dilakukan sebelumnya. Langkah yang mungkin tidak perlu mengganti model penelitian atau teori adalah langkah transformasi. Langkah menghilangkan salah satu variabel yang terkena gangguan multikolinearitas juga sering dilakukan, tetapi tidak akan dibahas di sini karena langkahnya cukup jelas. Yaitu cari VIF tertinggi, lalu keluarkan dari model penelitian.
model first difference delta merupakan salah satu metode penanggulangan gangguan multikolinearitas
Simulasi Gambar Multikolinearitas

Pelaksanaan transformasi variabel dilakukan dengan, misalnya ada model persamaan regresi seperti ini:

Y = Bi + B2 X1 + B3 X2 + e

Setelah dianalisis ternyata ada gangguan multikolinearitas serius antara X1 dan X2 maka dianalisis ulang dengan data transformasi sebagai berikut:

Y* = Yi – Yi – 1
X1* = X1 – X1(i-1)
X2* = X2 – X2(i-1)

Itu sederhana kok. Begini. Dalam satu variabel, kan ada urutan data dari 1 sampai katakanlah 100. Lalu begini, data kedua dikurangi data pertama. Bisa kan? Kurangi saja, mau pake kalkulator, atau Excel, atau pake manual juga boleh. Hasil pengurangan tersebut merupakan data pertama pada variabel transformasi. Kemudian data ketiga dikurangi data kedua, dan menjadi data kedua pada variabel transformasi. Demikian seterusnya sampai selesai. Berarti jika terdapat 100 data pada variabel awal, maka variabel transformasi akan menjadi 99 (berkurang 1). Yup???

Lakukan pada semua variabel sehingga model regresi seperti ini:

Y* = Bi + B2 X1* + B3 X2* + e

Lalu lakukan uji multikolinearitas lagi. Transformasi data tadi sering disebut dengan istilah gaul dengan First difference delta. Kalau dengan transformasi tadi masih terdapat gangguan multikolinearitas, maka kurangkanlah sekali lagi, sehingga data menjadi 98 yang sering disebut second difference delta. Dan jika masih terdapat gangguan multikolinearitas lagi, ya keluarkan saja variabel yang mempunyai nilai VIF tertinggi.

O ya, sebenarnya gangguan multikolinearitas harus dideteksi dari awal ketika menyusun model regresi. Misalnya pada penelitian Bursa Efek Indonesia (BEI) variabel yang akan terkena gangguan multikolinearitas misalnya ROA dan ROE karena sama-sama menggunakan earning after tax sebagai penyebut rasio. Tapi itu juga tidak mesti lho….hanya kecenderungan saja.

Kadang-kadang juga ada transformasi variabel menjadi variabel dummy. Dummy itu variabel yang datanya hanya berisi 0 dan 1. Caranya gampang, cari nilai tengahnya, lalu yang lebih kecil dari nilai tengah diganti dengan 0, yang lebih besar dari pada nilai tengah diganti dengan 1. Lalu coba cek nilai VIF lagi dengan regresi. Atau misalnya jika variabel tersebut berisi data positif dan negatif, misalnya laba, bisa juga dilakukan 0 untuk perusahaan yang rugi dan 1 untuk perusahaan yang untung. Juga masih ada cara penanggulangan multikolinearitas lain tanpa menghilangkan salah satu variabel yaitu dengan Generalized Least Square (GLS).
Share:

Artikel Terbaru

Translate

Instagram

Instagram
Gabung Instagram Kami

Artikel Terbaru

Jual Data Laporan Keuangan Perusahaan yang Listing di BEI Tahun 2020

Setiap perusahaan yang telah go public wajib untuk menyerahkan laporan keuangan ke badan otoritas, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawa...

Artikel Populer Seminggu Terakhir

Komentar Terbaru

`

Ingin menghubungi kami untuk kerja sama?

Nama

Email *

Pesan *