Model regresi yang digunakan pada awalnya adalah sebagai berikut:
Penjualan Emas = a + b1 Inflasi + b2 Harga emas + b3 Nilai tukar rupiah + b4 BI Rate + e
Model di atas dilakukan uji asumsi klasik, yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai-nilai sebaran data terletak disekitar garis diagonal pada grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Terlihat bahwa sebaran data pada grafik bisa dikatakan tersebar disekeliling garis diagonal atau tidak terpencar jauh dari garis diagonal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persyaratan normalitas bisa dipenuhi.
|
Uji Normalitas dengan P Plot |
Jika digunakan uji normalitas grafik dengan histogram, maka memberikan hasil sebagai berikut:
|
Uji Normalitas dengan Histogram |
Tampak bahwa grafik di atas telah menyerupai bentuk lonceng yang menunjukkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi. Agar tidak terjadi perbedaan pendapat di antara para pengamat, maka dilakukan uji normalitas secara statistik, yaitu dengan Uji Kolmogorov Smirnov:
|
Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov |
Tampak bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,642 (> 0,05) yang menunjukkan bahwa residual mempunyai distribusi yang normal. Dengan demikian asumsi normalitas pada model telah terpenuhi.
Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari hasil Collinearity Statistics pada Tabel di bawah. Dalam Collinearity Statistics, jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar dari angka 10, maka terjadi multikoliniearitas.
|
Uji Multikolinearitas dengan VIF |
Nilai VIF dari variabel-variabel bebas tidak ada yang melebihi 10. Nilai VIF yang tertinggi adalah BI Rate yaitu sebesar 7,573. Hasil ini menunjukkan bahwa model telah terbebas dari gangguan multikolinearitas.
Hasil uji heteroskedastisitas dapat dibaca dari Scatterplot. Berdasarkan Scatterplot menunjukkan bahwa nilai-nilai sebaran data membentuk sebuah pola tertentu, yaitu menyempit pada daerah sebelah kiri, lalu melebar ke arah kanan.
|
Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot |
Dicurigai adanya gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian. Pengujian dengan metode grafis sering menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Dengan demikian, dilakukan uji statistik dengan metode Glejser. Metode Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Gangguan heteroskedastisitas ditemukan dengan adanya signifikansi antara variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Langkahnya adalah dengan mencari nilai residual pada model regresi di atas, lalu mengambil absolut dari nilai residual tersebut. Kemudian dilakukan regresi antara keempat variabel bebas terhadap nilai absolut residual, yaitu sebagai berikut:
|
Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser |
Tampak bahwa terdapat variabel yang signifikan mempengaruhi nilai absolut residual yaitu Harga Emas pada taraf signifikansi sebesar 5%. Tampak jelas bahwa terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan metode Durbin-Watson (DW) yaitu sebagai berikut:
|
Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson |
Tampak bahwa nilai DW adalah 1,532. Adapun nilai DL untuk model dengan 4 variabel bebas dan 41 data adalah sebesar 1,285 dan nilai DU adalah sebesar 1,721. Dengan demikian tampak jelas bahwa DL < DW < DU (1,285 < 1,532 < 1,721) yang menunjukkan bahwa no decisions.
Kesimpulan uji asumsi klasik adalah bahwa model awal mempunyai gangguan heteroskedastisitas dan tidak ada keputusan apakah terdapat gangguan autokorelasi atau tidak. Upaya perbaikan gangguan heteroskedastisitas dilakukan dengan melakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma natural (Ln). Transformasi Ln dapat mengurangi perbedaan varians dari masing-masing variabel sehingga diharapkan model menjadi lebih baik.
Adapun persamaan regresi transformasi adalah sebagai berikut:
Ln_Penjualan Emas = a + b1 Inflasi + b2 Ln_Harga emas + b3 LN_Nilai tukar rupiah + b4 BI Rate + e
Model di atas dilakukan uji asumsi klasik, yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
1. Uji Normalitas Transformasi
Hasil uji normalitas dengan Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual dan Histogram memberikan hasil sebagai berikut:
|
Uji Normalitas dengan P Plot dan Histogram |
Tampak bahwa kedua grafik di atas telah memenuhi asumsi yang diperlukan sehingga diinterpretasikan bahwa model transformasi memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas secara statistik, yaitu dengan Uji Kolmogorov Smirnov memberikan hasil sebagai berikut:
|
Uji Normalitas Transformasi dengan Kolmogorov Smirnov |
Tampak bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,898 (> 0,05) yang menunjukkan bahwa residual mempunyai distribusi yang normal. Dengan demikian asumsi normalitas pada model telah terpenuhi.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dengan VIF untuk model transformasi memberikan hasil sebagai berikut:
|
Uji Multikolinearitas dengan VIF |
Tampak bahwa tidak ada Nilai VIF dari variabel-variabel bebas yang melebihi 10. Nilai VIF yang tertinggi adalah BI Rate yaitu sebesar 8,149. Hasil ini menunjukkan bahwa model telah terbebas dari gangguan multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas model transformasi dengan Scatterplot memberikan hasil sebagai berikut:
|
Uji Heteroskedastisitas Transformasi dengan Scatterplot |
Tampak bahwa titik-titik pada grafik relatif menyebar secara merata dan tidak memberikan pola tertentu. Berarti tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian. Untuk memperkuat hasil tersebut, uji Glejser memberikan hasil sebagai berikut:
|
Uji Heteroskedastisitas Transformasi dengan Glejser |
Tampak bahwa tidak terdapat variabel yang signifikan mempengaruhi nilai absolut residual pada taraf signifikansi sebesar 5%. Tampak jelas bahwa tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian.
4. Uji Autokorelasi
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan metode Durbin-Watson (DW) yaitu sebagai berikut:
|
Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson |
Tampak bahwa nilai DW adalah 1,756. Karena nilai DL dan DU tetap maka tampak jelas bahwa DU < DW < 4-DU (1,721 < 1,756 < 2,279 ) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat gangguan autokorelasi.
Dengan demikian tampak bahwa dengan mentransformasikan variabel harga emas, nilai tukar rupiah dan penjualan emas, maka gangguan dapat diatasi, dan model dapat diinterpretasikan.
B. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh/hubungan antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Berikut adalah hasil perhitungan nilai F pada model penelitian yang telah ditransformasikan:
|
Uji F |
Tampak bahwa nilai Signifikansi adalah sebesar 0,000 < 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel inflasi, harga emas, nilai tukar rupiah dan BI Rate secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penjualan emas.
Koefisien korelasi (R) dan Determinasi (Adjusted R Square) yang didapat dari uji regresi linier berganda sebagaimana terlihat pada Tabel 13 di bawah:
|
Korelasi dan Koefisien Determinasi |
Tampak bahwa nilai R adalah sebesar 0,962 dan nilai koefisien determinasi adalah 0,918. Berarti 91,8% variasi perubahan dari variabel dependen (Penjualan emas) dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel-variabel independen (inflasi, harga emas, nilai tukar rupiah dan BI Rate) dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 8,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar persamaan (model) atau yang tidak diteliti.
D. Uji Koefisien Regresi secara individual (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Berikut adalah nilai parameter t hitung dan signifikansi pada model penelitian ini:
|
Uji t |
Jika disusun persamaan regresi, maka berdasarkan koefisien di atas berikut adalah persamaan regresi:
Ln_Penjualan Emas = -25,529 + 0,054 Inflasi + 4,104 Ln_Harga Emas + 1,376 Ln_ Nilai Tukar Rupiah – 0,907 BI Rate + e
Berdasarkan nilai standardized coefficients, maka nilai yang terbesar adalah harga emas yaitu sebesar 0,656. Dengan demikian, harga emas merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi penjualan emas dibandingkan tiga variabel yang lain. Variabel yang paling tidak dominan dalam mempengaruhi penjualan emas adalah variabel nilai tukar rupiah karena mempunyai nilai absolut terendah, yaitu 0,0851.
Uji hipotesis (uji t) dilakukan dengan melihat nilai signifikansi pada tabel di atas. Tampak bahwa yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penjualan emas adalah variabel harga emas dan BI Rate. Variabel harga emas berpengaruh positif dan signifikan terhadap penjualan emas (t hitung 7,239; Sig. 0,00). Berarti semakin tinggi harga emas, maka semakin tinggi pula penjualan emas.
Sedangkan variabel BI Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penjualan emas (t hitung = -4,256; Sig. 0,00). Berarti semakin tinggi BI Rate maka semakin rendah penjualan emas, dan sebaliknya, semakin rendah BI Rate maka semakin tinggi penjualan emas.